Liputan6.com, Jakarta - Badan Intelijen Negara (BIN) mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan direvisinya undang-undang tersebut, diharapkan pengawasan kepada para terduga teroris dapat dilakukan.
Rencana revisi UU Terorisme ternyata tidak hanya disampaikan oleh BIN, namun juga oleh institusi kepolisian. Menanggapi usulan tersebut, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan pemerintah dalam waktu dekat akan mengumpulkan para kepala lembaga tinggi negara dan penegak hukum untuk mendengar berbagai masukan.
"Rencananya besok pemerintah ingin mendengarkan masukan, besok salah satunya, dari kepala-kepala lembaga tinggi negara," ujar Pramono Anung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (18/1/2016).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, munculnya pro dan kontra terkait revisi UU Terorisme dikarenakan aparat keamanan tidak bisa menindak terduga teroris. Padahal, bila penindakan dilakukan sejak awal, dapat mencegah terjadinya tindak terorisme seperti teror Jakarta beberapa hari lalu.
"UU Nomor 15 tahun 2003 itu ada bagian-bagian yang tidak bisa melakukan tindakan. Sebagai contoh adalah diketahui latihan simulasi rancangan untuk membuat bom dan simulasi itu menggunakan bahan dari kayu. Nah, ketika itu sebagai alat bukti, ternyata tidak bisa, karena UU tidak memungkinkan preventif untuk itu," ucap Pramono.
Dia pun memaklumi adanya penentangan terhadap usulan revisi UU Terorisme, namun demikian pertimbangan lain adanya usulan revisi karena faktor keamanan masyarakat yang dapat kapan saja terancam aksi teroris.
"Apa pun sekarang ini dunia menganggap bahwa keamanan negara, kenyamanan negara menjadi bagian yg penting, apalagi Indonesia sudah menjadi negara demokrasi, tentunya kita tetap menghormati HAM, tetapi keamanan dan kenyamanan itu menjadi penting," pungkas Pramono.