Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme hampir rampung. Draf revisi UU itu sudah dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
"Nah itu (draft) sudah dibuat oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), sudah harmonisasi. Sudah hampir jadi," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Luhut berharap, DPR menyambut dan merespons positif keinginan pemerintah merevisi UU Terorisme dan juga UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. "Kita harap DPR supaya merespons ini dengan positif," lanjut dia.
Menurut Luhut, draf UU Terorisme itu menjadi penting karena UU yang sekarang ini masih memiliki celah yang mengakibatkan tindakan teror terjadi. Aparat keamanan seperti tidak bisa berbuat apa-apa dengan undang-undang yang sekarang ini. Mereka, kata Luhut, tidak bisa menangkap para terduga teroris karena tidak punya alat bukti.
Baca Juga
Advertisement
"Jangan kita setelah kejadian baru menangkap. Tapi jika sebelumnya kita sudah duga, boleh menangkap. Itu namanya preventif. Kan undang-undang sekarang ini tidak seperti itu," ucap Luhut.
Luhut menjelaskan, revisi itu nantinya menyasar pada perluasan kewenangan aparat keamanan dalam menangkap para terduga teroris. Setelah ditangkap lalu diperiksa. Sehingga bisa dilakukan pencegahan terhadap terorisme.
"Supaya jangan sampai kejadian seperti sekarang ini (teror Thamrin). Yang sekarang itu (teror Thamrin) mulai Desember 2015 kita sudah tahu, tapi belum ada alat bukti jadi kita tidak boleh menangkap. Tidak bisa ditindak," kata Luhut.
Luhut memunculkan wacana revisi UU Terorisme dan UU Intelijen Negara tak lepas dari kejadian teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 14 Januari 2016 lalu. Dengan revisi itu, dia ingin menetapkan upaya pencegahan tindak terorisme secara maksimal melalui upaya preventif.