Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Saud Usman menilai, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme) perlu direvisi. Sebab, di undang-undang yang sekarang belum mengatur secara keseluruhan pencegahan terorisme.
"Kalau kita baca UU Terorisme, baru mengatur soal penyidikan, penuntutan, dan peradilan serta ancaman hukuman. Tapi untuk pencegahan dan pembinaan belum diatur. Teroris ini kan extraordinary crime, harus ada lek spesialis. Jadi UU 15/2003 harus diubah," ujar Saud di Jakarta, Selasa 19 Januari 2016.
Saud mengatakan, secara khusus UU Terorisme yang sekarang memang belum mengatur mengenai cakupan terorisme secara luas. Khususnya mengenai tindakan-tindakan pencegahan aksi terorisme.
Misalnya, mengenai adanya seseorang, kelompok atau ormas yang mendeklarasikan diri bergabung dengan ISIS, sampai saat ini belum bisa diproses hukum dengan UU Terorisme. Padahal, ini seharusnya bisa dicegah melalui proses hukum, meski yang bersangkutan baru sebatas mendeklarasikan diri.
Belum lagi saat ini pencegahan seolah tidak maksimal karena ada benturan lain dengan keberadaan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan berpendapat. Di mana pada akhirnya, semua orang bebas berbicara. Begitu juga bicara tentang mendeklarasikan diri gabung ke ISIS.
Baca Juga
Advertisement
"Juga ada UU Ormas, yang mana semua bebas bentuk ormas. Kalau ada ormas yang melanggar izinnya cuma dicabut," ujar dia.
Gabung ISIS Bisa Dipidana
Saud menilai, semua yang berkaitan dengan terorisme, termasuk ISIS, perlu diatur lagi secara khusus dalam UU Terorisme. Bagi Saud, setiap WNI yang bergabung ke ISIS sudah dapat dikategorikan sebagai makar alias masuk perbuatan pidana. Hal itu yang perlu diatur secara khusus dalam revisi nanti.
"Ada UU Kebebasan Berpendapat, acuan itu kita masukan juga, khusus untuk siapa yang declare (menyatakan diri) gabung ke khilafah ISIS masuk pidana, makar. Gerakan pengajian yang radikal sampai ada latihan tembak, itu juga masuk ke klausul perbuatan terlarang," ujar Saud.
Untuk itu, Saud menginginkan, revisi UU Terorisme dititikpoinkan pada hal-hal yang menyangkut secara luas terorisme, terutama yang berkaitan dengan ISIS. Dia ingin, ada perluasan makna dalam ketentuan formil dan materil pada UU Terorisme. Misalnya perluasan makna kata makar dan teroris.
"Jadi nantinya diatur mengenai siapapun WNI gabung sama khilafah ISIS akan masuk ke perbuatan pidana, yakni makar. Jadi diubahnya cakupan terorismenya. Dimasukkan juga soal (perluasan) pengertian makar. Lalu juga soal (perluasan) kriteria teroris itu sendiri, definisinya kayak apa," kata Saud.
Ketentuan formil dan materil itu, kata Saud, yang harus disempurnakan lewat revisi UU Terorisme. Misal perluasan makna makar.
"Karena kan sekarang WNI yang pergi ke luar negeri (ke Suriah untuk gabung ISIS) juga bebas. Sedangkan pas balik status WNI-nya tetap tidak bisa dicabut. Padahal (gabung ke ISIS) sama saja dia makar," ucap Saud.