Liputan6.com, Karanganyar - Muhammad Kusrin (42) menuai simpati dari berbagai pihak sepekan kemarin. Kusrin, begitu biasa dipanggil, sangat bersedih saat televisi tabung hasil rakitannya dibakar Kejaksaan Negeri Karanganyar pada 11 Januari lalu.
"Saat pembakaran barang bukti itu, saya tidak dikasih tahu. Tiba-tiba tahu dari pemberitaan kalau televisi hasil rakitan saya dibakar. Padahal, itu kasusnya sudah selesai," ujar Kusrin di rumahnya di Kampung Wonosari, Jati Kuwung, Karanganyar, Jawa Tengah, pekan lalu.
Kasus Kusrin terjadi sejak Maret 2015 lalu. Pemilik UD Haris Elektronik itu digerebek Polda Jawa Tengah karena usaha televisi rekondisinya dianggap melanggar Pasal 120 jo Pasal 53 ayat (1) huruf b UU RI No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan/atau Pasal 106 UU RI No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 62 ayat (1) UU RI No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Negara.
Kusrin harus menjalani sidang PN Semarang. Ia pun divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun dengan denda Rp 2,5 juta. Akibat kasus itu, Kusrin merugi. Ia tidak bisa melakoni usahanya karena sekitar 100 televisi dan alat-alat produksi disita pengadilan.
"Kemudian dari seratusan itu, dikembalikan 25 persen. Ini sudah mulai produksi lagi. Setelah kasus itu, sempat disuruh berhenti produksi. Baru minggu kemarin sudah bisa produksi," tutur Kusrin.
Baca Juga
Advertisement
Kusrin menuturkan, usaha televisi rekondisi itu dilakoninya sejak 7 tahun lalu. Kemampuan merakit itu diperolehnya secara otodidak.
"Sejak SD sudah sering ngudal-udal (membongkar) radio milik bapak. Waktu itu marah-marah, karena radio jadi hiburan bapak satu-satunya," ujar Kusrin.
Sempat Ditipu
Selepas lulus SD, Kusrin tidak melanjutkan ke jenjang SMP. Alasannya, orangtua yang bermatapencaharian sebagai petani tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan Kusrin. Ia pun hijrah ke ibu kota demi mendapat penghasilan.
"Pernah ke Jakarta jadi kuli bangunan. Habis pulang ke Jakarta itu, saya sering main brik-brikan (handy talkie). Nah, dari situ saya mendapat teman banyak, khususnya teman-teman yang pinter otak-atik alat elektronik," celoteh Kusrin.
Lelaki asli Boyolali, Jawa Tengah, itu kemudian menetap di Solo untuk belajar lebih banyak cara memperbaiki alat elektronik, termasuk televisi. Setelah beberapa lama, ia pun diajak mengembangan usaha rekondisi.
"Itu bertahan sekitar 7 tahun. Lalu, sekitar 3 tahun lalu, saya memulai usaha sendiri di sini," kata Kusrin.
Meski lihai mengotak-atik televisi, bukan berarti usaha rekondisi UD Hari Elektronik milik Kusrin langsung mulus. Ia sempat ditipu penjual produknya hingga modalnya habis.
"Rugi sampe Rp 300 juta. Terus ya mulai lagi dari nol. Kemarin habis kasus itu, kan usaha juga mandek. Mulai dari nol. Karyawan banyak yang keluar," Kusrin bercerita.
Kini, Kusrin hanya memiliki 13 karyawan. Sebelum kasus itu mencuat, Kusrin memiliki 26 karyawan, mulai dari lulusan SMP hingga S-1.
"Kalau pas jatuh gini, saya itu kasihan sama anak-anak (karyawan). Mereka sudah punya anak istri, terus gimana? Kalau saya saja bisa ubet (ulet), otak-atik melayani jasa servis televisi bisa," Kusrin menjelaskan.