Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menyatakan, rencana revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme hingga kini masih dalam proses konsultasi para pimpinan lembaga tinggi negara.
Menurut dia, walau berbeda tafsiran, para pimpinan lembaga tinggi negara setuju dengan rencana tersebut.
"Masih dalam proses, kita kan juga konsultasi dengan DPR, tadi dengan Ketua MPR dan juga dengan lembaga negara yang lain. Intinya mereka mempunyai pemikiran yang sama pentingnya beberapa alternatif yang ini belum diputuskan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
"Masih dalam proses semuanya, bisa nanti revisi UU, bisa nanti melalui perppu, atau bisa membuat UU baru mengenai pencegahan," imbuh dia.
Baca Juga
Advertisement
Politikus PDIP itu berharap, ada keputusan yang dapat dibuat setelah para pimpinan lembaga tinggi negara bertemu.
"Nanti ditunggu toh, karena memang sekarang ini mau tidak mau ada sebuah keperluan yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan, sehingga polisi bisa melakukan pencegahan yang diberikan payung hukum yang jelas, sehingga ada keberanian bertindak di lapangan," kata suami Iriana itu.
Kepulangan WNI
Jokowi mengatakan, dalam rencana revisi UU Terorisme tersebut, nantinya juga akan diatur mengenai mekanisme pengawasan warga negara Indonesia (WNI) yang kembali dari negara rawan teroris seperti Suriah.
"Termasuk di situ, nanti di dalamnya yang berkaitan dengan itu nanti juga masuk," ucap dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku secepatnya akan kembali bertemu para pimpinan lembaga tinggi negara untuk kembali membahas mengenai revisi UU Terorisme.
"Secepatnya, nanti kalau ditelepon menteri, lembaga lain siap, ya sudah ketemu," pungkas Jokowi.
Polri ingin Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 atau UU Terorisme direvisi. Alasannya, undang-undang yang disahkan pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri itu belum kuat, meski dalam UU tersebut mengatur secara rinci segala bentuk tindakan yang dicurigai sebagai tindakan terorisme.