Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mendorong industri dan hilirasi untuk mendukung ekonomi Indonesia ke depan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah membentuk Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).
Komite ekonomi ini memang tak asing. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ada komite khusus bernama Komite Ekonomi Nasional (KEN). Komite tersebut dipimpin oleh Chairul Tanjung.
Advertisement
Tugas KEN membantu presiden untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Anggota KEN tersebut pun berisi para ekonom dan pengusaha.
Pemerintahan Jokowi pun membentuk KEIN yang diharapkan dapat membangun ekonomi Indonesia melalui peningkatan daya saing industri.
Hal ini untuk mendorong Indonesia dapat menjadi negara industri seperti Jepang, Korea Selatan dan China. Lalu apa saja tugas KEIN tersebut? Apa perbedaan KEIN dengan KEN di masa pemerintahan SBY?
Pembentukan KEIN
Presiden Jokowi telah melantik anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) pada Rabu (20/1/2016). Mayoritas anggota KEIN terdiri atas para pelaku usaha yang bergerak di sektor riil dan industri, dan juga ekonom.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, pembentukan KEIN telah dibahas pada September 2015. Tujuan pembentukan ini karena pemerintah ingin fokus ke industri dan hilirisasi.
Soetrisno Bachir pun ditunjuk sebagai Ketua KEIN tersebut. Pramono menuturkan, penunjukan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai Presiden. KEIN pun akan menjadi dewan penasehat Presiden di bidang ekonomi dan industri yang bertanggung jawab langsung terhadap Presiden.
Berikut daftar kepengurusan KEIN:
Ketua: Soetrisno Bachir, Wakil Ketua: Arif Budimanta, Sekretaris: Putri Wardani.
Anggota terdiri atas Hendri Saparini, Hariyadi Sukamdani, Eddy Sariaatmadja, Sudhamek, Johnny Darmawan, Benny Soetrisno, Mohamad Fadhil Hasan, dan Benny Pasaribu
Kemudian ada Sonny Budi Harsono, Aries Muftie, Muhammad Syafii Antonio, M Najikh, Andri BS Sudibyo, Zulnahar Usman, Irfan Wahid, Donny Oskaria, dan Sugiarto Alim.
Tugas KEIN
KEIN menjadi dewan penasehat Presiden di bidang ekonomi dan industri yang bertanggung jawab terhadap Presiden. Pembentukan lembaga tersebut bukan hanya fokus pada ekonomi tetapi juga industri. Hal ini juga menjadi alasan dinamakan Komite Ekonomi dan Industri Nasional.
Direktur Eksekutif Core, Hendri Saparani yang menjadi salah satu anggota KEIN mengatakan, KEIN bertugas memberikan pendapat dan masukan kepada Presiden yang fokusnya pada pengembangan ekonomi sektor riil.
Mayoritas anggota KEIN berisi para pelaku usaha yang bergerak di sektor riil dan industri. Diharapkan pemerintah dapat masukan secara langsung untuk mendorong ekonomi dalam negeri.
"Karena pak Jokowi bilang Indonesia harus menjadi negara produsen, harus menguatkan industrialisasi di dalam negeri. Maka tim ini sebagian besar mereka yang bergelut di sektor riil," ujar Hendri.
Jokowi pun meminta agar KEIN melakukan kajian mendalam untuk kondisi sektor riil sekarang. Diharapkan dapat segera memberikan rekomendasi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Apalagi kini realisasi inflasi cukup rendah pada 2015. Jokowi pun meminta realisasi inflasi rendah itu jadi modal KEIN untuk merumuskan peningkatan daya saing dan ekonomi Indonesia di tahun selanjutnya.
Perbedaan KEIN dan KEN
Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memiliki komite khusus bernama Komite Ekonomi Nasional (KEN). Chairul Tanjung ditunjuk sebagai pimpinan KEN. Ada pun komite itu pun berakhir seiring dengan masa jabatan SBY.
Kini Jokowi pun membentuk komite ekonomi dengan nama berbeda. Di era Jokowi, komite tersebut bernama Komite Ekonomi dan Industri Nasional. Jokowi pun menunjuk Soetrisno Bachir sebagai Ketua KEIN.
Lalu apa perbedaan komite ekonomi itu?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan KEIN akan lebih fokus ke pertumbuhan ekonomi lewat peningkatan daya saing industri di Indonesia. Hal senada dikatakan Soetrisno.
Ia mengatakan KEIN memiliki misi mengembalikan pertumbuhan industri seperti pada masa orde baru. Saat itu pertumbuhan industri lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi.
Sedikit berbeda dengan KEN, kali ini fokus kerjanya akan lebih ke sektor riil. "Kalau KEN dulu lebih ke makro. Kalau ini lebih ke industri," ujar Soetrisno.
Soetrisno mengakui kalau ada sejumlah kendala yang harus dipecahkan demi meningkatkan daya saing industri Indonesia.
"Memang kendala utama saat ini di bunga bank, padahal inflasi rendah, jadi bagaimana tahun ini dapat cepat lagi turunnya supaya dapat berkompetisi dengan negara lainnya terutama saat MEA," ujar dia.
Ia pun yakin mayoritas anggota KEIN berasal dari kalangan profesional dapat mampu mendorong Indonesia menjadi negara produsen yang kuat. (Ahm/Ndw)