Pemerintah Pastikan Bakal Beli Saham Freeport

Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, pemerintah juga menyewa konsultan independen untuk evaluasi penawaran saham Freeport.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 20 Jan 2016, 22:08 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said mengikuti Rapat kerja dengan Komisi VII DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, (1/12). Rapat membahas Pengelolaan Anggaran TA 2015 dan TA 2016. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan pemerintah akan membeli 10,64 saham PT Freeport Indonesia. Proses pembelian saham ditargetkan rampung Maret 2016.

Sudirman mengatakan, ‎pemerintah telah mendapat penawaran saham 10,64 persen untuk melengkapi kepemilikan saham 20 persen. Sebelumnya pemerintah sudah memiliki saham 9,36 persen.

"Harga sudah tahu US$ 1,7 miliar, dengan mekanisme mereka tangguhkan market value," kata Sudirman di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (20/1/2016).

Ia menuturkan, semakin banyak porsi saham yang dimiliki maka semakin besar kesempatan pemerintah Indonesia mendapatkan akses lebih mudah untuk PT Freeport Indonesia.

"Saya kira semakin banyak share yang dipegang tentu akses lebih besar. Tentu bisa saja disepakati 20 persen, tapi minta porsi ABCD," kata Sudirman.

Sudirman menilai, jika pemerintah berniat mengambil alih Freeport Indonesia dengan menambah porsi saham merupakan cara yang perlu ditempuh. Karena dengan begitu Pemerintah Indonesia akan dilibatkan dalam kegiatan operasi dan pengambilan kebijakan Freeport Indonesia.

"Satu ketika kita bisa ambil alih. Inilah cara yang paling smooth untuk bisa operasikan tambang bawah tanah," tutur Sudirman.

Sudirman menuturkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, saham yang ditawarkan perusahaan tambang asing akan diprioritaskan penawarannya ke Pemerintah.

"Mengenai urutannya pertama,  Pemerintah Pusat, BUMN, dan Pemda dilibatkan baru setelah dua-duanya diputuskan tidak mengambil baru ke swasta.‎ Kita dengar semua, pemerintah mengambil kesempatan ini," terang Sudirman.

Sudirman menambahkan, setelah mendapat penawaran saham dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut‎, pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk memutuskan memiliki saham.

Agar mendapat harga yang wajar sedang dibentuk tim valuasi untuk menilai harga. Pemerintah ditargetkan sudah menyepakati harga saham tersebut pada Maret 2016.

"Diharapkan, Maret nanti kita bisa ketemu harga wajar berapa," ujar Sudirman.


Proses Pembelian Saham Dilakukan Profesional dan Terbuka

Proses Pembelian Saham Dilakukan Profesional dan Terbuka

Ia menambahkan, proses pembelian saham PT Freeport Indonesia akan dilakukan dengan profesional dan terbuka.

Sudirman mengatakan, tugas Kementerian ESDM adalah menjaga proses kepemilikan saham tersebut berjalan dengan profesional dan transparan setelah menerima penawaran 10,64 persen saham ‎senilai US$ 1,7 miliar.

"Saya ingatkan proses yang akan dilakukan, tugas ESDM menjaga proses berjalan tepat waktu, meyakinkan proses divestasi berjalan dengan terbuka dan profesional," kata Sudirman.

Sudirman mengatakan, pemerintah akan melibatkan konsultan independen untuk membahasnya. Hal itu untuk menentukan harga saham tersebut terlalu mahal atau murah.

"Karena itu pembahasan saham terlalu murah dan mahal pasti dicari solusinya dengan menyewa konsultan independen," tutur Sudirman.

Pemerintah memiliki 60 hari untuk memutuskan pembelian saham PT Freeport Indonesia. Saat ini dalam proses tim untuk menyelesaikan prosesnya, tim tersebut terdiri dari berbagai instansi di antaranya, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).

"Jadi secara tata waktu mereka memenuhi ketentuan, sekarang waktunya pemerintah merespons. Pemerintah akan punya waktu 60 hari sejak kesepakatan harga ada tahapan termasuk melakukan valuasi. Keputusan kesepakatan harga bisa sebulan dan dua bulan karena ingin proses kesepakatan harga benar profesional," ujar Sudirman. (Pew/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya