Perusahaan Teknologi Dunia Tersandung Kasus Pekerja Anak

Beberapa perusahaan teknologi seperti Sony, Apple, Samsung dikabarkan memasok batu kobalt yang ditambang oleh pekerja anak di Kongo

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 22 Jan 2016, 13:40 WIB
Ilustrasi baterai lithium (sumber: forbes.com)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa perusahaan teknologi dunia seperti Apple, Samsung, dan Sony dikabarkan tengah jadi sorotan dunia. Hal ini terjadi setelah adanya laporan dari Amnesty International yang menemukan bahwa beberapa perusahaan tersebut dinilai lalai memastikan bahwa kobalt yang mereka gunakan ternyata ditambang oleh pekerja anak-anak.

Laporan ini dipastikan setelah kelompok pendukung hak asasi manusia tersebut melacak penggunaan kobalt untuk baterai lithium yang dijual ke 16 perusahaan multinasional. Dalam penelusuran tersebut ditemukan bahwa kobalt yang berasal dari Kongo itu ternyata ditambang oleh pekerja anak-anak.

Tak hanya itu, kebanyakan pekerja baik anak-anak maupun dewasa mengalami situasi kerja yang tidak manusiawi, seperti dibayar satu dolar per hari. Ditambah, banyak pekerja yang mengalami kekerasan, pemerasan, serta intimidasi.

Republik Demokratik Kongo sendiri memang dapat dikatakan sebagai penghasil kobalt terbesar di dunia. Hampir setengah kebutuhan kobalt di dunia dihasilkan oleh negara tersebut.

Namun, di sisi lain, penambang kobalt di Kongo tidak mendapat perhatian yang cukup. Temuan Unicef di 2012 memperkirakan ada sekitar 40 ribu penambang anak di negara itu.

Oleh karena itu, mengutip informasi dari laman The Guardian, Jumat (22/1/2016), Amnesty International melakukan penyelidikan terhadap rantai pasokan kobalt sebelum digunakan.

Dan, hasil penelusuran menemukan bahwa kobalt yang dihasilkan oleh Congo Dongfang Mining, salah satu situs penambang terbesar di Kongo ternyata adalah anak perusahaan Huayou Cobalt, perusahaan mineral asal Tiongkok.

Dari situ, Huayou Cobalt kemudian mengolah mineral mentah tersebut sebelum menjualnya ke perusahaan pembuat baterai. Dalam laporan tersebut, Huayou Cobalt menyebutkan bahwa ada 16 perusahaan teknologi multinasional yang memasok kobalt dari mereka, termasuk Apple, Microsoft, dan Vodafone.

Menanggapi hal tersebut, 2 perusahaan multinasional membantah telah menggunakan kobalt yang berasal dari Kongo dan ada 5 perusahaan yang menampik mempunyai hubungan dengan Huayou Cobalt. Sementara itu, perusahaan lainnya menerima temuan Amnesty ini dan masih melakukan penyelidikan internal terhadap klaim tersebut.

Amnesty International juga memberikan rekomendasi pada Huayou Cobalt untuk mampu mengetahui sumber penambangan kobalt yang dimlikinya. Selain itu, juga memastikan bahwa tidak ada penambang anak atau pekerja yang diperlakukan tidak layak. 

(Dam/Cas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya