Liputan6.com, Banyumas - Sejumlah 17 eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari Banyumas, Jawa Tengah, kini tinggal di pengungsian akibat rumah tinggal mereka di Mempawah, Kalimantan Barat, dibakar massa pada Selasa, 19 Januari lalu.
Mereka tinggal di pengungsian sembari menunggu dipulangkan ke daerah masing-masing.
"Saat ini kami masih mendata masyarakat Banyumas yang mengikuti Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yang saat ini di lokasi pengungsian di Kalimantan Barat," ucap Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Banyumas, Setyo Rahendra, Kamis (21/1/2016).
Menurut Setyo, dari informasi yang didapat, ada 17 orang asal Banyumas yang saat ini berada di tempat pengungsian di Kalimantan Barat. Mereka segera dikembalikan ke Banyumas.
"Pemerintah akan memulangkan ke Jawa melalui Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dengan mempergunakan kapal perang milik TNI Angkatan Laut," imbuh Setyo.
Baca Juga
Advertisement
Setyo juga menjelaskan, pihaknya akan berkoordinasi dengan lembaga terkait pemulangan mantan anggota Gafatar asal Banyumas. Termasuk, meminta kepada masyarakat untuk menerima kembali eks-anggota Gafatar itu di tengah kehidupan mereka.
"Dijemputnya nanti, kami akan rapat terlebih dahulu. Dengan berbagai instansi terkait, bagaimana teknis menjemputnya. Bagaimana masa depannya seperti apa. Nanti akan kami rapatkan dengan aparat terkait," ujar Setyo.
Warga Banyumas yang akan dipulangkan adalah SU (42) warga Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas beserta keluarganya. Terdiri dari MA (39) istri, dan 4 anaknya, yakni FA, AK, JA, AN, dan JS.
Ratusan anggota Gafatar harus diungsikan karena rumah mereka dibakar massa yang menolak keberadaan mereka di Moton Panjang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Pengusiran dan pembakaran ini terjadi pada Selasa, 19 Januari 2016.
Sementara itu, pihak keluarga MA di Desa Dawuhan, Banyumas, mengatakan siap menerima adik dan keluarganya tersebut kembali ke Banyumas.
Meskipun sempat khawatir melihat pemberitaan kepada anggota Gafatar di Kalimantan, Namun, saat ini ia sangat tenang. Dia juga tidak menyangka jika keluarga MA ada di Kalimantan.
"Ya baru tahu kalau informasinya kalau MA dan keluarganya sudah mau dipulangkan ke Banyumas. Katanya ke Sulawesi, tapi kok ada di Kalimantan," ucap Latifah, kakak kandung MA.
MA merupakan seorang PNS di RSUD Banyumas dengan golongan 3B. MA bekerja sebagai kasir di rumah sakit tersebut dan sudah bekerja selama 19 tahun. Pada 26 November 2016, ia sudah tidak masuk kerja, bahkan nomor teleponnya pun sulit dihubungi.
Pamitan Pindah Tugas
Sebelum pergi, MA dan keluarganya sempat berpamitan kepada tetangga dan orangtua. Ia akan menuju Sulawesi untuk pindah tugas sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Tidak ada satu pun dari anggota keluarga dan tetangga yang curiga dengan alasan itu. Setelah ramai pemberitaan mengenai kelompok Gafatar, semua orang sekarang sudah tahu kondisi sebenarnya.
"Setelah tahu, ibu juga sangat khawatir, yang ditanya selalu gimana cucu-cucunya. Ibu sangat berharap mereka bisa pulang dengan selamat. Bahkan saking khawatirnya, ibu sempat meminta saya untuk mentransfer uang untuk Marfungah," ujar Latifah.
Hal tersebut juga diungkapkan Mislam, kakak ipar MA, yang berharap keluarganya tersebut dapat berkumpul kembali. Dengan kejadian ini, mereka bisa kembali sadar dan menjalani aktivitas normal seperti biasa.
"Kalau sudah bakar-bakaran gitu, kan jatuhnya kita yang khawatir. Sampai sekarang, belum ada yang kasih kabar. Tadinya pamitnya ke Sulawesi, bukan ke Kalimantan," kata Mislam.
Sedangkan menurut Masitoh yang juga tetangga MA, warga akan sangat senang menerima keluarga MA. Apalagi, mereka selama ini diharapkan bisa pulang.
"Senang banget, keluarga senang, tetangga pun senang dan kita akan memerima karena yang diharapkan memang bisa pulang. Apalagi kita bisa dibilang tinggal sudah satu atap, pasti senang mereka kembali," ujar Masitoh.
Jadi Korban
Sebelumnya, pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan menilai orang-orang yang selama ini bergabung dalam Gafatar merupakan korban. Dengan begitu, sudah seharusnya orang-orang yang tergabung dengan Gafatar ini harus dirangkul dan diselamatkan agar dapat kembali dalam kehidupan masyarakat.
"Saya berharap sekali ke masyarakat, orang-orang yang seperti ini jangan diperlakukan sebagai pelaku kejahatan, mereka bagian dari masyarakat kita, mereka korban yang harus dirangkul dan tentunya harus diberikan pencerahan supaya mereka bisa kembali lagi turun ke masyarakat," kata Ken.
Ken yang juga mantan anggota NII itu beranggapan apa yang dilakukan Gafatar merupakan hasil evolusi dari Lembaga Kerosulan, Isa Bugis, dan NII yang sebelumnya pernah dilarang oleh pemerintah. Dengan kata lain, kata Ken, mereka yang tergabung Gafatar bukan pelaku kejahatan.