Liputan6.com, London - Pada 2006 lalu, mantan anggota Intelijen Rusia (KGB), Alexander Litvinenko meninggal dunia secara misterius di London. Kematian Litvinenko sampai saat ini masih misterius.
Namun, menurut Pengadilan Tinggi Inggris, pria yang meninggal di usia 43 tahun tersebut diracun atas persetujuan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Munculnya kemungkinan sementara ini disambut baik istri dari almarhum Litvinenko, Marina. Dia mengaku lega, kebenaran mulai terungkap.
Baca Juga
Advertisement
"Kata-kata terakhir sebelum suami saya meninggal di atas tempat tidurnya, mengenai keterlibatan Putin, akhirnya berhasil dibuktikan Pengadilan Inggris," ucap Marina seperti dikutip dari BBC, Kamis (21/1/2016).
Marina pun meminta agar Putin dan Rusia dihukum. Tidak hanya itu, dia mendorong agar komunitas internasional tidak membiarkan Putin keluar dari Negeri Beruang Merah.
Tudingan kepada Putin segera dikomentari Kementerian Luar Negeri Rusia. Mereka menyebut kesimpulan tersebut mengada-ada.
"Hal itu sudah dipolitisasi," ucap keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Rusia.
Litvinenko merupakan mantan anggota KGB. Namun, tiba-tiba dia berubah menjadi pengritik keras Kremlin.
Pada 23 November 2006, Litvinenko meregang nyawa, 3 pekan usai bertemu dan minum teh bersama dua koleganya, Andrei Lugovoi dan Dmitri Kovtun.
Diduga kuat, teh yang diminum Litvinenko telah dimasukan racun polonium yang sangat berbahaya.
Polonium tersebut diduga dicampurkan di tehnya di sebuah restoran.
Racun yang sama diduga digunakan untuk menghabisi nyawa pemimpin Palestina, Yasser Arafat.
Arafat meninggal dunia pada 11 November 2004. Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Militer Percy, Prancis pada usia 75 tahun. Kala itu, kematiannya disebut akibat penyakit misterius.