Liputan6.com, Jakarta - Teror Jakarta yang terjadi di Jalan MH Thamrin pada Kamis 14 Januari 2016 membuat situasi di Jakarta sempat mencekam. Sebanyak 4 warga sipil dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat bom dan penembakan tersebut.
Tak lama setelah peristiwa horor tersebut, kelompok radikal Islamic State Iraq and Syiria (ISIS) menyatakan menjadi pihak yang bertanggungjawab atas aksi tersebut. Eksistensi kelompok ISIS di Indonesia ternyata cukup tinggi. Data BNPT menyebutkan, ada lebih dari 500 WNI yang saat ini bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak.
Kendati demikian, peneliti dari Saiful Mujani Research And Consulting (MRSC) Djayadi Hanan mengatakan, hanya sebagian kecil warga Indonesia yang mendukung eksistensi ISIS di Indonesia.
"Survei terbaru menunjukkan lebih dari 95 persen WNI mengetahui adanya ISIS dan menolak keberadaan ISIS di Indonesia. Hanya 0,3 persen warga menyatakan ISIS boleh didirikan di Indonesia," ucap Djayadi saat menyampaikan hasil survei 'Terorisme dan ISIS di Indonesia, Pandangan dan Sikap Publik Nasional' di Kantor SMRC, Cikini, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dalam survei tersebut, Djayadi juga mengatakan dari 62 persen yang mengetahui ISIS, sebanyak 89,3 persen setuju dengan yang diperjuangkan oleh ISIS.
"Dan dari mereka yang tahu mengenai ISIS, hanya 0,8 persen yang menyatakan setuju dengan apa yang diperjuangkan ISIS. Begitu pula hampir 90 persen masyarakat yang tahu ISIS menyatakan ISIS adalah ancaman bagi NKRI, sementara hanya 4,4 persen menyatakan bukan ancaman bagi NKRI," ucap dia.
Menurut Djayadi, survei tersebut menunjukkan penolakan masyarakat terhadap ISIS begitu besar. Masyarakat umumnya menyadari keberadaan ISIS, namun pada saat yang sama tidak setuju dengan apa yang diperjuangkan ISIS.
"Mayoritas warga menganggap ISIS sebagai ancaman dan menolak keberadaan ISIS di Indonesia," ucap dia.
Dalam survei tersebut, Djayadi juga menunjukkan penolakan terhadap ISIS tersebar merata di semua kategori gender, desa-kota, umur, pendidikan, suku, dan agama.
"Di semua kelompok itu, yang menyatakan ISIS boleh didirikan di Indonesia, pada umumnya hanya sekitar 0-2 persen. Dengan kata lain, mau itu muslim atau nonmuslim apapun etnisnya, ISIS adalah musuh rakyat Indonesia," ucap dia.
Mengenai alasan 0,8 persen masyarakat yang menyatakan setuju dengan keberadaan ISIS dan 4,4 persen menyatakan ISIS bukan ancaman bagi NKRI. Dari analisisnya, dukungan minoritas warga terhadap ISIS karena adanya kesamaan ideologi dan simpati terhadap perlawanan ISIS terhadap masyarakat barat.
"Karena mereka punya simpati perjuangan ISIS atau menganggap apa yang dilakukan ISIS itu bukan sebuah tindakan terorisme. Nah, bagian kecil ini yang sebenarnya berbahaya dan harus mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah," tutur Djayadi.
Survey SMRC ini dilakukan dalam rentang waktu 10-20 Desember 2015 di seluruh provinsi di Indonesia dengan 1.220 responden yang dipilih secara acak. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 997 atau 82 persen dengan margin of error rata-rata ukuran sampel tersebut sebesar 3,2 persen.
"Dari segi waktu pelaksanaan, survei ini dilakukan sebelum peristiwa bom di Jalan Thamrin dan belum menggambarkan sentimen publik pasca kejadian tersebut," ucap Djayadi.