Harga Minyak Anjlok Momen Tepat Hapus Premium

Harga minyak dunia sempat menyentuh level terendah sejak 2003

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Jan 2016, 15:26 WIB
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Jelang awal tahun 2016, Pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anjloknya harga minyak ‎dunia merupakan momen tepat untuk menghilangkan bahan bakar minyak (BBM) dengan kadar Research Octane Number (RON) 88 yaitu Premium.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, penurunan harga minyak dunia berdampak pada penurunan harga BBM non subsidi jenis Pertamax 92 dan Pertamax Plus 95. Dengan begitu, harga kedua jenis BBM tersebut semakin terjangkau oleh masyarakat.

Hal tersebut dinilai sebagai momen baik untuk menghapus Premium, sesuai dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang pernah dipimpinnya.

"Ini momen baik untuk membunuh Premium," kata Faisal di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (22/1/2016).


Faisal mengungkapkan, ‎tim bentukan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah dibubarkan tersebut, merekomendasikan penghapusan preium dilakukan selama enam bulan.

Namun, Mantan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memutuskan penghapusan premium dilakukan 2 tahun setelah rekomendasi yang dikeluarkan pada akhir 2014 tersebut.

Faisal pun menyayangkan, rekomendasi yang bentujuan untuk memberantas praktik mafia minyak dan memperbaiki kualitas BBM Indonesia tersebut, tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah.

"Tapi kenapa tidak ada pembicaraan proses pembunuhan ini hilang‎," ujar Faisal.

Sekadar informasi, harga minyak Amerika Serikat (AS) jenis West Texas Intermediate (WTI) sempat menyentuh level U$$ 27,5 per barel, terendah sejak 2003. Harga minyak telah merosot sejak pertengahan 2014 karena ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.

Amerika Serikat (AS) dan Irak terus menggenjot produksi minyak, sementara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) masih mempertahankan produksi. Di sisi lain, pertumbuhan permintaan energi telah melambat, sebagian besar disebabkan perlambatan ekonomi China. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya