Liputan6.com, Jakarta - Isu reshuffle kabinet jilid II kembali menyeruak beberapa waktu lalu, terlebih ada beberapa partai politik yang tadinya berada di luar pemerintahan menyatakan bergabung dengan pemerintah.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Agung Suprio berharap, Presiden Jokowi diminta tetap objektif dan tidak terpengaruh tekanan partai politik pendukungnya dalam menentukan menteri yang akan terkena reshuffle maupun penggantinya.
Ia percaya, pertimbangan Jokowi sepenuhnya didasarkan pada penilaian terhadap kinerja menteri yang bersangkutan dan tidak perlu menghiraukan permintaan partai.
Baca Juga
Advertisement
"Ketua Partai pasti sekuat tenaga mengamankan posisi menteri maupun berusaha mengajukan kadernya menjadi pengganti. Presiden Jokowi jangan terpengaruh dan harus tetap objektif menyusun kabinet," kata Agung di Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Agung berpandangan, jika pun Jokowi melakukan reshuffle jilid II salah satu solusi untuk memperbaiki kinerja pemerintah adalah dengan menambah tokoh non-parpol dalam kabinet khususnya untuk kementerian-kementerian strategis.
"Jalurnya bisa melalui birokrat karir maupun profesional yang sudah berpengalaman. Sekarang era meritokrasi. Presiden jangan ragu menunjuk birokrat karir maupun profesional untuk menjadi menteri walaupun mendapat penolakan dari partai koalisi. Kalau terbukti jejak rekamnya baik, kinerja pemerintah pun akan ikut membaik," ujar dia.
Agung menambahkan bahwa dalam penyusunan kabinet awal dan reshuffle pertama, masih sangat kuat kesan kompromi Presiden terhadap kepentingan partai politik pengusungnya. "Kompromi ini justru membuat kinerja pemerintah tersendat karena lemahnya kepemimpinan kader partai di kabinet," ucap dia.
Agung mencontohkan kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menurutnya kewalahan menangani bencana kebakaran hutan dan asap tahun 2015 lalu. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga dianggap belum mampu mengikuti ritme kerja Presiden yang cepat dan taktis.
"Contohnya adalah perbedaan pandangan Menteri LHK dan jajarannya mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Direktur Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK bilang data Amdal tidak lengkap dan tidak valid. Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan juga menyatakan detail trase jalur kereta cepat tersebut tidak ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah," papar Agung.
"Padahal syarat utama izin lingkungan adalah kegiatan tersebut berada pada lokasi sesuai peruntukan dalam Tata Ruang. Tapi tiba-tiba Menteri LHK sampaikan bahwa Amdal tersebut layak. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi di Kementerian LHK," ujar dia.