Liputan6.com, New York - Era pesawat jumbo jet kemungkinan besar bakal segera berakhir. Hal tersebut terjadi karena Boeing telah mengumumkan untuk memangkas separuh produksi dari pesawat berbadan lebar tersebut.
Pemangkasan produksi pesawat tersebut dimulai pada September dengan hanya memproduksi enam pesawat 747 Jumbo Jet dalam setahun dari sebelumnya 12 pesawat.
Boeing telah menyiapkan dana kurang lebih US$ 569 juta dari laba setelah pajak pada kuartal IV 2015 untuk menutupi biaya perubahan.
747 sebenarnya merupakan salah satu pesawat yang sukses dalam sejarah. Boeing mampu memproduksi lebih dari 1.500 jumbo jet sejak produksi pertamanya pada 1969.
Namun masa kejayaan Jumbo Jet yang merupakan pesawat dengan empat mesin tersebut mulai memudar dengan hadirnya jet bermesin ganda yang ternyata juga mampu digunakan untuk penerbangan jarak jauh.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Boeing memproduksi 1 pesawat dalam satu bulan. Jumlah tersebut merupakan minimal produksi untuk bisa bertahan. Namun ternyata saat ini jumlah tersebut telah dipangkas.
Boeing tetap memproduksi 747 Jumbo Jet karena pesawat tersebut merupakan pesawat yang digunakan oleh armada Kepresidenan Amerika Serikat (AS) yang lebih dikenal dengan Air Force One.
Ray Conner, Chief Executive Boeing Commercial Airplanes sebenarnya cukup yakin bahwa industri transportasi udara masih tumbuh. Ia melihat bahwa lalu lintas penumpang udara dan permintaan pesawat masih tetap tinggi.
Namun permintaan yang tinggi tersebut sebatas untuk angkutan penumpang. Sedangkan untuk pasar kargo atau pengiriman barang telah melambat. Pesanan Kargo 747 hanya mampu membukukan 20 pesawat saja pada tahun lalu.
"Kami mengambil langkah bijaksana dengan lebih menyelaraskan produksi dengan kebutuhan pasar saat ini," jelas Conner.
Namun ia tetap yakin bahwa di masa depan mungkin pesawat kargo 747-8 bisa menggantikan 747-400 Freighter yang kemungkinan masa penggunaannya akan berakhir.
Richard Aboulafia, analis dari Teal Grup menjelaskan, alasan pesawat tersebut masih tetap dibangun sampai saat ini adalah karena mereka ingin harus memasok untuk Air Force One. Hanya memproduksi 6 pesawat dalam setahun tidak mungkin bisa untuk bertahan. "Ini menuju jalur kerugian yang berlanjut." jelasnya. (Gdn/Ndw)