Liputan6.com, Jakarta - Kobaran api melumat barisan kamp penampungan mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Warga setempat sengaja membakar permukiman mereka, karena jengkel orang-orang Gafatar menolak angkat kaki. Emosi warga yang tak terkendali pun berubah menjadi api, tanpa mampu diredam aparat keamanan.
Tak ada pilihan, ratusan penghuni, tua, muda dan anak-anak lari kocar-kacir, meninggalkan kamp yang mereka huni selama 2 bulan terakhir. Mereka diungsikan ke Markas Perbekalan Angkatan Kodam 12 Tanjungpura.
Baca Juga
Advertisement
Ketika malam tiba, sebagian besar dari mereka, terutama anak-anak, masih ketakutan. Perjalanan jauh selama hampir 2 jam dari Mempawah membuat mereka lelah. Ada 1.119 jiwa yang mengungsi, sekitar 400 di antaranya adalah anak-anak. Selain di Kodam 12 Tanjungpura, pengungsi Gafatar juga ditampung di 5 lokasi lain di Pontianak, Kalimantan Barat.
Pada mulanya adalah laporan orang hilang. Tak cuma di satu titik, kehilangan anggota keluarga ini muncul di sejumlah daerah. Sebagian besar dari mereka yang hilang ternyata berada di Kalimantan, bergabung dengan organisasi Gafatar yang telah dilarang pemerintah.
Gafatar terkait dengan Al Qiyadah Al Islamiyah pimpinan Ahmad Mushadeq, yang bebas setelah dipenjara 4 tahun karena menyebarkan ajaran yang tidak menganjurkan salat dan meyakini nabi lain selain Nabi Muhammad.
Tak mudah memulangkan orang Gafatar agar rela kembali ke daerah asal. Mereka menolak karena telah merasa nyaman di tempat yang baru.
Kunci pelarangan Gafatar adalah organisasi ini terindikasi menyimpang dari ajaran agama Islam.
Hidup mandiri dengan cara bercocok tanam memang tindakan mulia, tapi meninggalkan sanak keluarga untuk kehidupan yang lebih baik apa pun alasannya memang cukup aneh.
Saksikan rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (24/1/2016), di bawah ini.