Liputan6.com, Jakarta - Sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ternyata masih mendapatkan tempat di berbagai kalangan. Tak terkecuali bagi Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut mengatakan kehadiran Gus Dur memberikan warna di Tanah Air, terutama dalam mengajarkan cara hidup berdemokrasi.
"Gus Dur adalah tokoh besar kita, di mana memberikan warna terhadap Indonesia bagaimana hidup berdemokrasi, menghargai perbedaan. Saya kira itu hal-hal yang perlu dikenang," ujar Luhut yang hadir dalam peresmian Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta, Minggu (24/1/2016).
Yang membuat Luhut terkenang sosok Gus Dur, adalah pemberian tempat etnis Tionghoa di Tanah Air. "Dulu teman-teman Tionghoa enggak bisa merayakan hari Imlek, tapi sekarang jadi hari libur nasional," ungkap dia.
Karena itu, sosok Gus Dur memberikan pengertian tentang apa artinya pluarisme di Tanah Air, yang harus diingat seluruh masyarakat Indonesia.
"Saya kira bagus, membuat pluarisme di Indonesia. Itu hal yang patut kita ingat. Saya kira membawa demokrasi Indonesia dengan bagus, itulah yang dibilang penuh dengan warna," pungkas Luhut.
Baca Juga
Advertisement
Hari ini, rumah pergerakan Griya Gus Dur diresmikan di Jalan Taman Amir Hamzah 8 Menteng, Jakarta Pusat. Rumah tersebut menyimpan sejarah penting perjuangan bangsa Indonesia.
Selain peresmian, pada kesempatan ini juga diluncurkan laman gusdur.net dan Lumbung Amal Gusdurian.
Griya Gus Dur akan menjadi markas bagi para penerus perjuangan Gus Dur atau Gusdurian. Ada juga The Wahid Institute atau Wahid Foundation, Yayasan Bani KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Teman Bangkit, dan Positive Movement.
Pada acara ini, keluarga almarhum Gus Dur juga memberikan Gus Dur Award 2016 kepada 3 tokoh, sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan atas kontribusi mereka yang sejalan dengan nilai-nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur.
Selain Luhut Binsar Pandjaitan, hadir juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tokoh ulama sekaligus budayawan KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, tokoh lintasiman Frans Magnis Suseno, budayawan Jaya Suprana, dan Sekretaris Negara era Gus Dur, Bondan Gunawan.