Liputan6.com, Semarang - Pelepasan pengungsi Gafatar dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menuju Donohudan, Boyolali dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Dalam dialog dengan para pengungsi, diketahui bahwa banyak pengikut Gafatar yang hanya sekedar ingin mengubah garis nasibnya. Kepada Ganjar Pranowo, para pengungsi kompak menjawab bahwa mereka hanya ingin bertani.
Rina (41) adalah pengungsi pertama yang diajak ngobrol oleh Ganjar, mengaku dirinya mengikuti suami yang sudah menjual rumah di Bantul untuk modal berangkat ke Kalimantan.
"Rumah dijual Rp 200 juta, buat beli lahan sama kontrak. Baru satu bulan di sana, diajak suami," kata Rina menjawab pertanyaan Ganjar, Senin, 25 Januari 2016.
Rina tak menjelaskan detail sepulangnya dari Kalimantan. Ia mengaku bingung harus bekerja dimana. Jika masih diterima, mungkin sementara akan tinggal di rumah ibunya di Yogyakarta. "Kalau pinginnya sih hidup tenang," kata Rina.
Baca Juga
Advertisement
"Menggarap lahan di sana, punya Pak Rauf, hasilnya untuk sama-sama," kata Udji.
Selain motivasi pindah ke Kalimantan Barat, Gubernur Ganjar juga sempat menanyakan soal ibadah yang dilakukan. Mayoritas mengaku beragama Islam namun tidak menjalankan salat, bahkan Udji juga mengatakan tidak ada yang salat di sana.
"Ya disana tidak ada yang salat. Sebelumnya saya salat," kata Udji.
Tertarik dengan jawaban Udji yang mengaku tidak beribadah, Liputan6.com bertanya secara khusus. Udji menjelaskan memang ayahnya sempat bergabung dengan Gafatar.
Namun pada 2014, Gafatar dibubarkan. Karenanya, pada 2015 lalu ayah Udji, Subur menerima tawaran bertani di Mempawah, mereka pun menjual rumah di Jakarta untuk modal.
"Jual rumah di Jakarta untuk bertani di sana (Kalimantan). Di sana diberi fasilitas 2 kontrakan, sudah sempat panen jagung, padi juga mulai mengembang. Saya ikut ayah saya, ayah yang dulu ikut Gafatar," kata Udji.
Udji menyesalkan pemulangan yang dilakukan pemerintah daerah itu, karena menurut dia mereka hanya bertani dan tidak melakukan hal mengganggu atau ibadah yang meresahkan. Lagipula menurutnya Gafatar yang diributkan sudah bubar 2014 lalu.
"Salah apa, sih? Cuma ingin bertani kok diusir," kata Udji.
Sudah Terdoktrin
Beberapa orang yang ditanya Ganjar memberi jawaban yang tidak jauh berbeda. Mereka memang ada yang tidak tahu tentang Gafatar dan hanya berniat bertani.
Ganjar menyimpulkan, ada yang sudah terkena doktrin Gafatar dan terlihat dari cara bicaranya. Salah satunya ada anak lulusan SMA, dia kelihatan tahu betul soal Gafatar.
Terlihat dari caranya berbicara dan menjawab soal agama dansSalat. Seperti sudah terdoktrin dengan baik.
"Saat ditanya, agamanya apa? dia langsung menjawab, Islam, dulu salat? salat, sekarang? enggak, kenapa tidak shalat? Saya tidak paham soal itu, kamu sekolah dapat pendidikan agama? Dapat. Seperti normal saja," ujar Ganjar.
Padahal, tidak mungkin orang berpendidikan sejak SD, SMP, sampai SMA tidak paham, ya tidak mungkin. Dengan pilihan itu, saya mengkonfirmasi ajaran-ajaran itu terjadi walau tidak semua mengakui. Yang diakui hanya diajari bertani," kata Ganjar.
Ganjar menganalisa bahwa Gafatar selalu mencari celah orang-orang yang ingin mencari kehidupan baru sehingga mudah untuk dipengaruhi. Diharapkan pihak-pihak berwenang bisa mendalami dan membongkar apa yang terjadi terhadap Gafatar.
"Bahwa mereka rata-rata pergi karena untuk mencari kehidupan baru mungkin, inilah suatu objek dimana orang bisa diajak dan dipengaruhi," kata Ganjar.
Gubernur Jawa Tengah ini juga menegaskan bahwa keluarga mereka sudah siap menerima kembali. Diharapkan masing-masing Pemda bisa menerima dengan cepat.
"Ini bukan radikal, tapi perlu diwaspadai. Kita bina, kalau tidak sesuai NKRI lebih baik secara dini tidak diizinkan," kata Ganjar.