Liputan6.com, Jakarta - Wong cilik itu akhirnya menjejakkan kaki di lantai Istana Merdeka, Jakarta, kemarin pagi. Kehadiran lelaki bernama lengkap Muhammad Kusrin dan istri disambut jabat hangat sang tuan rumah, Presiden Joko Widodo.
Dengan tenang, si perakit televisi asal Karanganyar, Jawa Tengah, itu menunjukkan produk andalannya. TV tabung 14 inchi ditaruh di meja di hadapan orang nomor 1 negeri ini. Wajah Jokowi sontak berbinar.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi SP yang turut hadir pada pertemuan itu mengatakan, Jokowi cukup terkejut dengan televisi rakitan Kusrin. Presiden, kata dia, menganggap televisi itu memang layak dikomersialkan.
Baca Juga
Advertisement
"Dari sisi profesional sudah jadi standar untuk bisa dikomersialkan. Kardus pun sudah pakai brand," ucap Johan, Senin (25/1/2016).
Pujian juga dilontarkan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Ia menganggap keterampilan lelaki lulusan SD itu mendaur ulang komputer bekas menjadi televisi tak kalah berkualitasnya dengan tv dari pabrikan Tiongkok. Apalagi, produk Kusrin telah dilengkapi remote dan kartu garansi.
Apresiasi itu kemudian dinyatakan dalam penyerahan sertifikat SNI. Dengan begitu, televisi 'kampung' produksi Kusrin legal beredar di wilayah Indonesia.
"Ini adalah produk yang dihasilkan oleh Mas Kusrin. Dan SNI yang sudah didapat itu, inilah yang ditunggu oleh Mas Kusrin selama ini," ucap Saleh sambil menunjukkan televisi rakitan Kusrin.
Bermula dari Petisi
Nama Kusrin mendadak populer setelah petisi bertajuk "Bina Kusrin si perakit TV, bukan dibinasakan" viral di jagat maya. Petisi yang dibuat seorang warga Semarang bernama Muhammad Izzuddin Shofar itu merupakan bentuk keprihatinan atas pembakaran TV Kusrin oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar pada 11 Januari lalu.
Padahal, kasus yang membuat lelaki kelahiran 5 Mei 1979 itu mendekam di bui selama 6 bulan sebenarnya telah berlalu. Kusrin dinyatakan Pengadilan Negeri Semarang melanggar Pasal 120 jo Pasal 53 ayat (1) huruf b UU RI No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan/atau Pasal 106 UU RI No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 62 ayat (1) UU RI No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Negara.
Akibat kasus itu, Kusrin merugi. Ia tidak bisa melakoni usahanya karena sekitar 100 televisi dan alat-alat produksi disita pengadilan. Hanya 25% produknya yang kembali ke tangannya. Hal itu memaksanya berhenti berproduksi hingga beberapa bulan.
Dengan sisa modal dan 13 pekerja loyal yang ada, Kusrin kini kembali membangkitkan usaha yang telah dilakoninya selama 7 tahun itu. Sebelum terjerat kasus, Kusrin memiliki 26 karyawan, mulai dari lulusan SMP hingga S-1.
"Kalau pas jatuh gini, saya itu kasihan sama anak-anak (karyawan). Mereka sudah punya anak istri, terus gimana? Kalau saya saja bisa ubet (ulet), otak-atik melayani jasa servis televisi bisa," Kusrin menjelaskan.
Advertisement
Membuka Pintu IKM
Wajah Kusrin bisa sumringah. Pikirannya kini lebih terang memandang ke masa depan. Ia sudah mulai memetakan daerah pemasaran baru untuk produk televisi yang rata-rata berharga Rp 350 ribu -Rp 500 ribu itu.
Kusrin selama ini menjual televisinya di Karanganyar. Ke depan, ia berencana mengembangkan usaha dengan membuka cabang pemasaran.
"Nanti di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Maunya nanti buka cabang di sana," kata dia.
Selain mengembangkan usaha, Kusrin juga berencana merakit televisi LED. Namun hingga kini, permintaan terbanyak adalah televisi tabung.
"Saya belum mau geser ke sana dulu, televisi tabung saja dulu," ujar dia.
Kekuatan media sosial berhasil membuat pemangku kebijakan menoleh pada keberadaan industri kecil dan menengah (IKM). Lebih jauh, kasus Kusrin merupakan potret nyata sanjung puja pemerintah tidak selalu sejalan dengan perlindungan dan dukungan yang mereka terima di lapangan.
IKM selalu digaungkan sebagai tulang punggung utama perekonomian negara saat dihantam krisis ekonomi berkepanjangan. Nyatanya, pembinaan dan perlindungan terhadap mereka masih setengah-setengah. Kusrin, misalnya, mengungkapkan sulitnya mendaftarkan produknya meski berulangkali berusaha berkonsultasi.
Belajar dari kasus itu, Kemenperin menginstruksikan dinas-dinas perindustrian di daerah terus melakukan identifikasi dan melakukan koordinasi dengan Kemenperin untuk ditindaklanjuti dengan pembinaan dan pendampingan baik usaha maupun perolehan SNI.
"Untuk kasus seperti yang kemarin ramai diberitakan, saya harapkan berhenti di Pak Kusrin saja. Dan ke depan, beliau dapat turut menginformasikan kepada rekan-rekan sesama IKM tentang pengalaman memperoleh SNI. Beliau tadi menyampaikan, rekan-rekan sesama perakit tv ada sekitar 25 usaha," ujar Menperin Saleh Husin.