Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merampungkan audit investigasi terkait penyidikan dugaan korupsi mobile crane di Pelindo II, tahun anggaran 2012. Hasilnya, ada penyimpangan dalam kasus yang ditangani Bareskrim Polri tersebut.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan kontrak yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara," kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional, R Yudi Ramdan Budiman, Senin 25 Januari 2016.
Pakar hukum keuangan negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dian Puji Simatupang menyatakan, hasil pemeriksaan BPK mencuatkan 2 hal.
Pertama, BPK mengeluarkan hasil tersebut tanpa memperhatikan audit yang sebelumnya. Kedua, BPK tidak meminta tanggapan terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
Baca Juga
Advertisement
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 4 UU Nomor 15 Tahun 2004 jo. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang standar pemeriksaan keuangan negara. Hasil pemeriksaan tersebut sudah sepatutnya sebelum dirilis ke publik diberikan kesempatan untuk dikonfirmasi dalam rangka menjaga objektivitas hasil pemeriksaan,” ujar Dina seperti dikutip Antaranews, Senin 25 Januari 2016.
Langkah memberi hak dan kesempatan kepada pihak yang terperiksa adalah untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
“Jika BPK tidak melakukan uji konfirmasi maka penerapan asas asersi laporan pada hasil pemeriksaan dianggap tidak sesuai dengan standar,” kata Dian .
Sebaliknya, lanjut Dian, ketika pemeriksa yang tidak menerapkan asas asersi dalam laporan hasil pemeriksaan termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang dalam pemeriksaan yang diancam pidana berdasarkan pasal 25 ayat 2 UU Nomor 15 tahun 2004 dapat dipidana.