Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua DPR Setya Novanto kembali mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dijadwalkan hari ini. Pria yang karib disapa Setnov itu dipanggil untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan pemufakatan jahat terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Hal itu disampaikan pengacara Setnov, Maqdir Ismail. Menurut dia, ketidakhadiran kliennya kali ini bukan menolak untuk diperiksa. Politikus Partai Golkar itu mengirimkan surat permohonan penundaan ke Kejagung karena hari ini dirinya berhalangan.
"Surat (permintaan penundaan) dirumuskan stafnya Pak Novanto. Harusnya sudah sampai ke Kejaksaan," ujar Maqdir saat dihubungi di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Maqdir menyebutkan, pada surat tersebut kliennya menjelaskan alasan pribadi mengapa tidak hadir di Kejagung hari ini. Namun Maqdir enggan membeberkan alasan tersebut.
Terkait waktu permintaan penundaan yang diajukan Setnov, Maqdir belum mengetahui secara detail.
Baca Juga
Advertisement
Sementara, pihak Kejagung belum memberikan keterangan terkait ketidakkehadiran Setnov. Namun sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan akan tetap mengambil sikap meski Setnov kembali mangkir dari pemanggilan.
"Kejagung tetap akan mengambil sikap dan keputusan meski besok Pak Setnov tak datang," ucap Prasetyo, Jakarta, Selasa 26 Januari 2016.
Pada permintaan keterangan pertama dan kedua, beberapa waktu lalu, Setya Novanto juga menolak hadir. Namun, Korps Adhyaksa tidak dapat melakukan pemanggilan paksa.
Sebab, kasus dugaan permufakatan jahat ini, masih dalam tahap penyelidikan, sehingga penolakan dari orang yang dimintai keterangan tidak memiliki konsekuensi hukum.
Skandal Papa Minta Saham
Kasus skandal 'Papa Minta Saham' ini bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin 16 November 2015.
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setnov mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT Freeport Indonesia. Dia juga berjanji akan memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.
Dalam penyelidikan kasus ini Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta bantuan dari ahli teknologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selain meminta pendapat dari ahli 2 perguruan tinggi negeri itu, pada penyelidikan ini sudah 12 orang yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung.
Orang-orang tersebut adalah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Menteri ESDM Sudirman Said, Sekretaris Pribadi Setya Novanto, Medina, Sekjen MPR-DPR Winantuningtyastiti Swasanani, Deputi I Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo, Komisaris PT FI Marzuki Darussman, dan 4 orang pegawai Hotel Ritz Carlton, Jakarta.
Dalam kasus ini, hanya pengusaha Riza Chalid dan Setya Novanto yang belum memberikan keterangan.