Kisah Modric: Trauma Perang Berakhir Suka Cita

Lahir di Zadar, Yugoslavia, 9 September 1985 Modric dibesarkan di tengah perang Balkan.

oleh Rejdo Prahananda diperbarui 30 Jan 2016, 17:50 WIB
Gelandang Real Madrid, Luca Modric Berusaha menendang bola ke arah kiper Atletico Madrid di leg 8 besar Liga Champions di Vicente Calderon, Spanyol Rabu (15/4/2015). Atletico Madrid bermain imbang 0-0 dengan Real Madrid. (Reuters/Paul Hanna)

Liputan6.com, Madrid - Kemiskinan dan perang menempa gelandang Real Madrid, Luka Modric menjadi super star lapangan hijau. Kariernya mulai menanjak dari Tottenham Hotspur hingga kini bermain untuk raksasa sekaliber Real Madrid.

Lahir di Zadar, Yugoslavia, 9 September 1985 Modric dibesarkan di tengah perang Balkan yang berkecamuk pada 1991. Ayah Modric lebih banyak menghabiskan waktu di medan perang. Sang kepala keluarga berdinas di Angkatan Darat Krosia. Alhasil, Modric kecil lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang Ibu. Hanya sepak bola satu-satunya hiburan Modric yang hidup serba kekurangan. 

Jangankan meretas mimpi menjadi pemain sepak bola andal, bisa hidup di antara desing peluru dan ledakan mortir yang memborbardir tempat tinggalnya menjadi barang langka. Kematian bisa saja merenggut nyawa Modric karena di kawasan rumahnya masih banyak tertanam dari ranjau darat. 

Perang membuat keluarga Modric pergi menjauh. Jadilah mereka tinggal di Hotel Kolovare di Zadar. Tidak ada pilihan bagi keluarga Modric selain tinggal jauh dari pusat perang dan harus tinggal di hotel agar bisa tetap bertahan hidup. Tinggal jauh dari konflik membuat Modric lebih leluasa bermain sepak bola. 

"Dia bermain sepak bola sepanjang hari dan memecahkan jendela dengan bola lebih sering dari granat tangan," ujar salah penjaga hotel mengenang dilansir The Independent.


Dilirik Pemandu Bakat

Dengan kondisi ekonomi pas-pasan, Modric berusaha bertahan hidup. Hingga takdir mempertemukan Modric dengan pemilik klub dan seorang pemandu bakat Tomislav Basic; selaku kepala tim muda Zadar. Basic menemui bakat Modric ketika usianya 10 tahun.

Dari pengakuan Basic, keluarga Modric sangat miskin. Bahkan, untuk membeli baju dan shinpads (pelindung tulang kering) mereka tidak memiliki uang. 

Pertama kali bertemu Modric, Presiden klub NK Zadar, Josip Bajlo mengungkapkan, Modric dalam kondisi memprihatinkan. Ketika itu, dia dan pemandu bakat ingin melihat langsung kemampuan Modric setelah mendapat informasi ada bocah yang setiap hari selalu menendang bola di pelataran parkir.

"Dia benar -benar kurus untuk anak seusianya, tapi Anda bisa melihat langsung dia memiliki sesuatu yang istimewa di dalam dirinya. Namun, tidak satupun dari kamu bisa bermimpi suatu hari ia akan tumbuh menjadi pemain dia sekarang."

Menurut Basic, Modric jarang mengungkap kisah hidup semasa kecil ke media. Sebab, masa lalunya sangat sulit dan berat. Terutama sebelum Ayahnya kembali dari perang. Bagi Modric, perang telah menimbulkan trauma besar dalam hidupnya. Tapi perang dan kemiskinan pula yang membuat Modric menjadi manusia lebih kuat.

Baca Juga

  • Aston Villa Vs Manchester City: The Citizens Buru 'Quadruple'
  • Jelang Lawan Atletico, Messi Berlatih dengan Sepatu Misterius
  • Enrique: Lawan Atletico Madrid Bukan Laga Menentukan

"Saya tidak ingin menyimpan kisah itu selamanya. Tapi saya tidak ingin melupakannya. Karena itu, saya memiliki keyakinan siap menghadapi rintangan apapun," ujar Modric.

Basic tahu, sangat sulit bagi Modric untuk melupakan masa -masa sulit itu. Setiap hari, ribuan granat dilemparkan ke arah arena bermain sepak bola di mana banyak anak-anak bermain. Ketika ada ledakan, praktis anak-anak itu termasuk Modric lari tunggang langgang menyelamatkan diri ke kamp penampungan.

"Ribuan granat, dilemparkan dari atas bukit, jatuh di lapangan bermain. Kejadian ini berlangsung bertahun -tahun, dan kami selalu berlomba untuk mencapai tempat penampungan. Sepak bola adalah cara kami melarikan diri dari kenyataan."

Setelah beberapa kali gonta -ganti tempat tinggal dan sekolah, Modric direkrut Zagreb. Baru mulai meretas karier di sepak bola, perang membuat Modric harus meninggalkan lapangan hijau lagi.


Wajib Militer

Pemain mungil ini harus mengikuti program wajib militer selama satu tahun. Dia bertugas bersama tentara Spanyol untuk merehabilitasi daerah Mostar yang porak-poranda karena perang.

Di tengah wajib militer tersebut, Modric sempat bermain untuk HSK Zrinjski Mostar. Bersama klub tersebut, dia tampil memukau dan tampil menjadi pemain terbaik. Modric kemudian menjalani masa pinjaman di NK Inter Zapresic.

Manajer Spanyol yang ketika itu menangangi Tottenham Hotspur ini tidak ragu memboyong Modric ke Inggris pada 2008. Bersama The Lily Whites, karier Modric terus melesat. Bahkan, pada 2012 lalu Modric menjadi rebutan Tottenham dan Real Madrid. 

Gayung bersambut, Modric akhirnya bergabung dengan klub impian sepak bola sejagat, Real Madrid.  Modric pindah ke Madrid dengan nilai transfer mencapai 30 juta euro atau sekitar Rp 450 miliar. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya