Liputan6.com, Jakarta - Sentimen global yang membayangi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuat investor asing melakukan aksi jual di pasar modal Indonesia pada awal 2016.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing masih melakukan aksi jual mencapai Rp 2,3 triliun pada awal 2016. Akan tetapi, investor asing mencatatkan aksi beli terbesar di awal 2016 mencapai Rp 1,4 triliun pada Jumat 29 Januari 2016.
Moody's, lembaga pemeringkat internasional kembali mengukuhkan peringkat layak investasi untuk Indonesia dinilai menjadi sentimen positif di pasar modal Indonesia. Hal itu dinilai menjadi sentimen positif bagi investor asing.
Ada pun investor asing masih melakukan aksi jual di pasar modal Indonesia, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada menuturkan, ketidakpastian besar di pasar global membuat investor asing cenderung hati-hati masuk ke pasar saham.
Baca Juga
Advertisement
"Belum ada kejelasan, investor asing pun tidak melakukan aksi beli besar di pasar saham. Akan tetapi mereka sudah melakukan aksi beli mencapai Rp 1 triliun pada Jumat pekan ini," kata Reza saat dihubungi Minggu (31/1/2016).
Aksi beli investor asing mencapai Rp 1,4 triliun itu juga mendorong laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 12,33 poin ke level 4.615. Secara year to date (Ytd), IHSG hanya naik tipis 0,48 persen.
Reza menilai sentimen global mendominasi laju IHSG di awal tahun ini. Sentimen global berimbas negatif ke IHSG pun memudarkan January Effect.
Sentimen global mulai dari kekhawatiran perlambatan ekonomi China, harga minyak dunia merosot, dan spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) mempengaruhi laju IHSG.
"Lebih banyak ke sentimen global yang memberikan imbas ke IHSG," kata dia.
Analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee menuturkan, investor pun lebih memilih alternatif investasi lebih aman di tengah sentimen global yang negatif. Harga minyak dunia terus merosot membuat kekhawatiran ekonomi dunia bertambah.
Sedangkan sentimen dalam negeri mempengaruhi laju IHSG, menurut Reza juga merupakan efek dari sentimen global sehingga berdampak negatif. Harga minyak dunia merosot menaikkan dolar Amerika Serikat. Dengan kondisi itu, Reza menuturkan, dolar AS menguat mempengaruhi pasar obligasi dan saham Indonesia.
Hans mengatakan, suku bunga acuan Bank Indonesia/BI Rate diturunkan 25 basis poin menjadi 7,25 persen dan data inflasi stabil memberikan angin segar ke IHSG.
Selain itu, Reza menilai, pelaku pasar juga berspekulasi mengenai rilis paket kebijakan ekonomi dan implementasi. Pelaku pasar menanti bagaimana realisasi dari paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah.
Reza pun memperkirakan, laju IHSG masih rawan koreksi pada perdagangan saham Februari 2016. Sentimen harga minyak dan rilis data ekonomi China masih mempengaruhi laju IHSG.
"IHSG masih ada potensi pelemahan dan alami kenaikan terbatas. Kebijakan moneter bank sentral di AS dan Asia masih perlu diwaspadai. Ketidakpastian pun masih besar," tambah Reza.
Ia menambahkan, langkah bank sentral Jepang menerapkan suku bunga negatif pun kecil dampaknya ke Indonesia. Namun, ia mengingatkan pelaku pasar perlu mewaspadai langkah investor asing terutama setelah melakukan aksi beli besar. (Ahm/Igw)