Ini Pandangan Fraksi PPP soal Revisi UU KPK

Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, PPP mengusulkan adanya Dewan Pengawas KPK.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 31 Jan 2016, 08:52 WIB
Pemimpin KPK baru berfoto usai peresmian gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (29/12). Peresmian gedung KPK tersebut juga bertepatan dengan HUT KPK ke-12. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) telah disepakati melalui paripurna DPR pada Senin 14 Desember 2015 lalu. Namun, kini muncul pro dan kontra di antara para anggota dewan.

Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Arsul Sani, mengatakan terkait penyadapan jangan sampai mengurangi kewenangan KPK.

"Kalau saya condong penyadapan itu jangan sampai mengurangi kewenangan KPK," kata Arsul di Gedung DPR Senayan Jakarta, beberapa waktu lalu.

Karena, kata Arsul, penyadapan diatur dalam undang-undang sendiri, yang merupakan perintah dari Mahkamah Konstitusi (MK). Juga ada judisial tersendiri revisi tentang undang-undang komunikasi.

Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, PPP mengusulkan adanya Dewan Pengawas KPK. "PPP condong mengusulkan dewan pengawas diisi orang-orang kenegarawanan dengan pengalaman praktik hukum, dan tahu tekhnis telekomunkasi."

Menurut Asrul, dewan pengawas tak perlu diatur secara rinci, cukup hanya beberapa anggota. Dewan pengawas itu bukan anggota DPR, dan Presiden yang menentukan melalui proses seleksi transparan yang bisa beranggotakan 5 atau 7 orang.


SP3 dan Penyidik KPK

Terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) KPK, Arsul mengatakan, 10 fraksi di DPR setuju.

"10 Fraksi di DPR setuju soal SP3. Semangat yang melandasi. Kalau ada orang yang sudah meninggal bagaimana? Kan enggak bisa di-close kasusnya," kata Arsul.

"Lalu kalau orang tidak meninggal tapi cacat permanen gimana? Kita punya pengalaman, misalnya seperti Pak Harto. Tapi kemarin saat rapat dengan KPL ada alternatif lain sepertinya," tambah dia.

Terkait penyidik KPK, Arsul mempertanyakan, apakah KPK berhak merekrut, mendidik, dan mengangkat orang sebagai penyidik.

Kalau pun KPK memang berhak mengangkat dan memberhentikan penyidiknya, lanjut dia, hal itu harus sesuai KUHAP. Karena penyidik berasal dari kepolisian, kejaksaan, dan sipil.

"Karena itu, terkait penyidik, UU KPK harus direvisi jika ingin seperti itu," kata Asrul.

‎4 Poin revisi UU KPK yang disetujui pemerintah adalah kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, dibentuknya Dewan Pengawas KPK, serta pengaturan penyadapan oleh KPK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya