Liputan6.com, Jakarta - Tidur sambil berjalan. Di dunia nyata, mungkin tidak terjadi se-ekstrem di film-film dan iklan, di mana seseorang berjalan dengan tangan direntangkan seperti zombie. Namun, fenomena ini merupakan kondisi medis sungguhan, baik anak-anak maupun orang dewasa bisa mengalaminya.
Bagaimana ini terjadi?
"Sesungguhnya, ada banyak takhayul seputar tidur sambil berjalan," jelas spesialis masalah tidur Rumah Sakit St. Vincent, Dev Banerjee, pada Huffington Post.
"Ada orang pergi ke klinik saya dan berkata, 'pasangan saya tidur sambil berjalan', apa mereka kesurupan? Jadi korban guna-guna?'"
Dr Banerjee menjelaskan, sesungguhnya tidur sambil berjalan terjadi di tahap slow wave sleep dalam tidur, yang bukan bagian dari tidur seperti rapid eye movement (REM).
Dalam Slow Wave Sleep, seseorang bisa terbangun dengan rangsangan indera, seperti ketika mendengar bunyi deringan telefon.
Istilah lain untuk tidur sambil berjalan adalah 'non-REM parasomnia' yang pada dasarnya merupakan istilan medis yang menjelaskan tingkah laku aneh seseorang saat tidur, termasuk tidur sambil berjalan.
Kondisi medis itu, yang ditemukan pada satu dari 10 anak-anak dan satu dari 50 orang dewasa, bisa jadi karena keturunan.
"Kondisi ini biasa ditemukan pada anggota keluarga, sehingga bisa jadi ada kaitannya dengan gen," ungkap Banerjee.
Faktanya, beberapa riset menunjukkan kondisi ini bisa dilacak ke sebuah kromosom yang disebut kromosom 20, sehingga mungkin diturunkan selama bergenerasi-generasi berikutnya.
Menariknya, berlawanan dengan anggapan umum, tidur sambil berjalan tak ada kaitannya dengan mimpi. Jika Anda bermimpi mengenai makanan, itu tidak membuat Anda berjalan menuju kulkas.
"Ketika kita tertidur, tubuh kita tenang, walau mungkin otak kita aktif."
Saat tidur sambil berjalan, tak ada asosiasi antara tubuh dan otak. Orang-orang bisa melakukan hal aneh seperti lompat dari tempat tidur, namun mereka tak sadar melakukannya.
Baca Juga
Advertisement
"Anda bisa turun tangga, membuka lemari, semua tanpa sepengetahuan otak."
Mengenai penyebabnya, kondisi ini terjadi ketika seseorang sudah memiliki kecenderungan, seperti genetik. Ada pula faktor primanya.
"Satu faktor prima utama adalah kurang tidur," ungkap Banerjee.
"Jika Anda tak tidur malam sebelumnya, malam berikutnya Anda kemungkinan besar akan berjalan sambil tidur. Slow wave sleep terjadi di awal Anda baru tertidur, jika begadang, Anda melewatkan tahap itu."
Sehingga, malam berikutnya, pengidap seperti 'dipersiapkan'. Jika ada pemicu, terjadilah tidur sambil berjalan.
Salah satu pemicu adalah suara, contohnya, suara tong sampah yang dijatuhkan atau kucing. Bisa juga sentuhan, seperti ketika pasangan tak sengaja menyentuh. Kadang-kadang, mengorok dan kondisi gangguan pernafasan dalam tidur, sleep apnea, juga bisa menjadi pemicu.
"Intinya, ada banyak faktor penyebab tidur sambil berjalan, dan pada akhirnya, sangat sulit memprediksi kapan terjadinya."
Jika Anda sering tidur sambil berjalan, dan ingin mengurangi resiko terjadinya, Banerjee menyarankan untuk mencoba mengetahui pemicu dan meminimalisasinya.
"Kurangi faktor penyebabnya. Tidur cukup, coba ketahui pemicunya. Jika tinggal di tempat yang sangat penuh keributan, Anda mungkin perlu penutup telinga," ungkapnya.
Atau, jika punya pasangan dan tidur di tempat tidur sempit, cari tempat tidur yang lebih besar atau letakkan pembatas seperti guling. Pada kasus ekstrem dimana pengidapnya bisa mencelakai diri mereka, ada obat-obatan berupa obat tidur.
Jika ada anggota keluarga atau orang yang tinggal dengan Anda sering tidur sambil berjalan, Banerjee menyarankan untuk jangan membangunkan mereka.
"Mereka bisa merespon dengan mengibaskan tangan, dan malah mengenai hidung Anda. Coba arahkan mereka kembali ke tempat tidur atau sofa. Sebagian besar pelaku tidur sambil berjalan bisa mengatasinya, walau ada sebagian kecil yang tidak."