Revisi UU KPK, dari Penyadapan hingga SP3

Revisi UU KPK ini menjadi pro kontra.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 01 Feb 2016, 17:46 WIB
"KPK masih dicintai rakyat. Kita harus save KPK," ucap Ruhut.

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) sudah disepakati pemerintah dan DPR untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016. Badan Legislasi (Baleg) DPR sendiri langsung bekerja untuk harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada dengan mendengarkan masukan dari pengusul dan fraksi-fraksi di DPR.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska mengatakan, fraksinya sebagai pengusul awal RUU KPK memberikan catatan terhadap pasal-pasal mana saja yang akan direvisi. Namun, kata dia, yang jelas terdapat 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang mengusulkan agar UU KPK di revisi.

"Sebanyak 45 orang dari 6 fraksi ini kita libatkan juga. Kita hanya sampaikan keterangan sebagai pengusul," kata Risa Mariska tanpa menyebut fraksi-fraksi mana yang mendukung RUU KPK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/2/2016).

Sebanyak 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang menjadi pengusul yang dimaksud Risa masih sama dengan pengusul pada Oktober 2015 lalu, yakni ada 15 orang anggota Fraksi PDIP yang mendukung revisi UU KPK, 11 orang Fraksi Nasdem, 9 orang Fraksi Golkar, 5 orang Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 3 orang Fraksi Hanura dan 2 orang Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pasal-pasal yang perlu direvisi yang dimaksud Risa antara lain: pertama, penyadapan yang diatur dalam pasal 12A-12F. Dalam pasal-pasal itu disebutkan mengenai izin penyadapan dan mekanisme untuk melakukan penyadapan.

"Dari yang sudah ada kemarin, kewenangan KPK tidak ada yang dikurangi. Supaya kuat menambahkan fungsi penyadapannya dan dewan pengawas," ujar dia.

Kedua, dewan pengawas yang diatur dalam Pasal 37A-37F. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai pembentukan Dewan Pengawas, tugas pokok dan fungsi, syarat untuk menjadi anggota dewan pengawas serta pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan pengawas.

"Dewan pengawas, kepada etik saja bahwa ini hanya usulan kalau ada yang dirasa kurang," ucap Risa.

Risa melanjutkan, revisi UU KPK harus sesuai dengan KUHAP, membangun sinergitas antara lembaga penegakan hukum yang lain.

‎"KPK belum baca draf terakhir, KPK hanya membaca draf yang lalu," kata Risa menanggapi penolakan pimpinan KPK pada saat RDP dengan Komisi III beberapa waktu lalu.

Risa menilai penolakan dari berbagai kalangan atas revisi UU KPK ini sangat wajar. Sebab, semua pihak selalu mendukung lembaga antirasuah ini.

"Kalau penolakan wajar ya, kita sama-sama cinta dengan institusi ini. Kalau mau perbaiki kita duduk lagi sama-sama kasih kita masukan," kata dia.

‎Ketiga, penyelidik dan penyidik yang diatur dalam Pasal 43, pasal 43A, Pasal 43B, Pasal 45, Pasal 45A dan pasal 45B. Penyelidik pada KPK sebagaimana diatur dalam pasal 43, pasal 43A, dan 43B merupakan penyelidik dari Polri yang diperbantukan pada KPK dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyelidik KPK.

"Adapun mengenai penyidik diatur dalam pasal 45, pasal 45A, dan pasal 45B, penyidik pada KPK merupakan penyidik yang diperbantukan dari Polri, Kejaksaan RI, dan penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyidik KPK," jelas Risa.

Terkait dengan penyidikan dan penuntutan, katanya, KPK diberi wewenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dalam perkara tindak pidana korupsi.‎

"‎Ketika seseorang sudah ditetapkan Tersangka (TSK), kalau sakit atau meninggal, tidak mungkin dia punya cap sebagai tersangka. KPK kita tidak kita izinkan untuk ke semua orang," kata Risa.


Tugas Konstitusional

Wakil Ketua Baleg, Bambang Subagio menyerahkan hasil pembahasan Prolegnas kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin paripurna saat Sidang Paripurna ke-17 Masa Persidangan III tahun 2014-2019, Jakarta, Selasa (26/1/2016). (Liputan6.com/Johan Tallo)

‎Anggota Baleg DPR dari Fraksi PPP Asrul Sani mengatakan, pihaknya melakukan pembahasan revisi UU KPK ini untuk melaksanakan tugas konstitusional.

"Dalam periode ini, Komisi III telah mengadakan RDP dengan KPK, di mana salah satu materi yang dibicarakan pimpinan KPK sebelumnya zaman Ruki dan yang sekarang Agus Rahardjo. Dan KPK membutuhkan legislasi yang kuat atas UU KPK maupun penguatan revisi seluruh UU yang terkait KPK," kata Arsul.

Anggota Komisi III DPR ini optimistis revisi UU KPK ini dapat disahkan menjadi UU secepatnya. Sebab, katanya, DPR mempunyai kontimen bersama seluruh fraksi-fraksi bahwa inilah yang menjadi fokus revisi.

"Saya berpendapat ini bukan pelemahan, pimpinan KPK menyampaikan penguatan organisiasi dalam bentuk perluasan yang dibutuhkan ke depan khusus korupsi suap dan monitoring untuk menguatkan tiga lembaga pemberantasan korupsi," kata dia.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Hanura, Dossy Iskandar Prasetyo, menambahkan penyadapan jangan sampai sama seperti penyalahgunaan wewenang. Sebab, posisi pimpinan KPK harus bebas, tetapi harus juga ada fungsi pengawasan yang jelas.

"Jadi nanti harus jelas siapa yang mengawasi. Kalau ada lembaga pengawasan harus bebas intervensi dalam prinsipnya pengawasan diperlukan dalam penyadapan," kata Dossy.


Sindir Fraksi PDIP

Ruhut Sitompul (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara itu, Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyindir Fraksi PDIP sebagai pengusul utama RUU KPK. Sebab, katanya, RUU KPK ini melemahkan KPK yang lahir saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden.

"Kita akui bahwa KPK kuat. Kalau sudah kuat, ngapain harus kita revisi? KPK lahir di era Bu Mega. Lucu juga yang mengusulkan (revisi UU KPK) kader PDIP. Ini karya agung Bu Mega," kata Ruhut.

Untuk itu, Ruhut mengaku tidak bisa menerima revisi UU KPK dengan alasan memperkuat lembaga antikorupsi. Bahkan, Ruhut meyakini revisi ini untuk melemahkan KPK.

"Saya tidak bisa terima ini untuk menguatkan KPK, enggak masuk. Revisi ini untuk melemahkan KPK," katanya.

Dia tidak ingin DPR menjadi bahan cemoohan rakyat karena merevisi UU KPK. "KPK masih dicintai rakyat. Kita harus save KPK," ucap Ruhut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya