Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membuka Festival Iklim 2016, yang dilaksanakan 1 - 4 Februari 2016 di Jakarta Convention Center (JCC). Festival ini merupakan hasil kerja sama pihaknya dengan Kerajaan Norway dan United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB.
Dalam sambutannya, Darmin mengatakan dalam COP 21 Paris negara-negara telah mencapai kesepakatan, untuk menjaga rata-rata suhu Bumi di bawah 2 Derajat Celsius. Indonesia telah menyampaikan kontribusi untuk lebih mendorong pengurangan emisi dari hutan dan lahan, transportasi, industri, dan sampah.
Darmin juga mengatakan bahwa persoalan perubahan iklim tidak bisa dibebankan pada satu sektor saja, tapi secara bersama-sama dan simultan.
"Kita akan mengajak semua sektor untuk mengambil langkah dan melakukan upaya-upaya mengantisipasi perubahan iklim. Ini untuk menghindari pengaruh perubahan iklim yang semakin parah," kata Darmin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/2/2016).
"Upaya dari berbagai sektor dan kerja sama dengan negara lain, serta komitmen negara maju untuk memberikan kontribusi kepada negara berkembang sangat diperlukan," sambung dia.
Darmin menjelaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan untuk melakukan langkah-langkah pengurangan subsidi BBM, pengelolaan sampah menjadi sumber energi, penerapan one map policy, review izin gambut, mengatasi illegal fishing dan melestarikan sumber daya laut.
Di sektor energi, kata dia, Indonesia mendorong green energy dengan mendorong mandatory biodiesel 15 persen pada 2015. Angka itu pada akhir 2016 menjadi 20 persen, serta mendorong produk yang lebih sustainable.
Dipahami Masyarakat
Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan Siti Nurbaya dalam sambutannya mengatakan, agenda perubahan iklim harus dilihat dari 2 sisi.
Pertama, amanat UUD 1945 untuk menyediakan lingkungan yang baik bagi generasi mendatang. Kedua, melaksanakan agenda perubahan iklim sesuai kebutuhan dunia.
Siti menyebutkan, terdapat 3 hal pokok yang ingin dicapai dalam Festival Iklim ini, yaitu terbangunnya komitmen bersama untuk menerjemahkan hasil COP dan mengomunikasikan lintas pihak.
Serta melakukan sinergi aksi untuk merealisasikan rencana menyongsong perjuangan, dalam mencegah kenaikan suhu 20 Celsius untuk kesejahteraan rakyat dan generasi mendatang.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam rangkaian agenda Festival Iklim ini diharapkan, bahwa konteks dan konten perubahan iklim dapat dipahami oleh masyarakat. Bukan hanya omongan politik dan dokumen saja, tapi ayo kita kerjakan bersama-sama," kata Siti.
Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17 ribu pulau, Indonesia adalah wilayah yang paling potensial berkontribusi menjaga kestabilan iklim dalam rangka menyelamatkan dunia.
"Namun, di sisi lain juga merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim," ujar dia.
Melalui Festival Iklim ini, kata Siti, pemerintah ingin memublikasikan kepada masyarakat luas dalam bahasa yang lebih sederhana, dan mudah dimengerti oleh berbagai kalangan.
"Sehingga akan mendorong meluasnya peran serta masyarakat dalam mengantisipasi perubahan iklim," sambung dia.
Restorasi Gambut
UN Resident Coordinator Douglas Broderick mengatakan, dunia ke depan tergantung keseriusan masyarakat internasional menjalankan Paris Ageement. Indonesia sekarang berusaha mencegah agar tidak terjadi kebakaran hutan lagi.
Selain itu, kata Broderick, digalakkan juga pengurangan emisi dari industri dan transportasi agar lingkungan tetap terjaga.
"Hal terpenting lainnya juga upaya bersama merestorasi gambut di Indonesia, sebagai bagian dari upaya mencegah kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan emisi gas rumah kaca," kata dia.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik mengapresiasi hasil negosiasi Paris dan semua pihak yang terlibat. Agreement ini paling sukses untuk planet ini, walaupun kesepakatan Paris belum sempurna.
"Indonesia diharapkan berkontribusi untuk meningkatkan energi terbarukan," imbau Traavik.
Acara pembukaan juga dihadiri Duta Besar Amerika Serikat Robert O Blake, pejabat eselon I dan II KLHK, pakar, masyarakat adat, LSM, dan peserta seminar.