Liputan6.com, Jakarta - Namanya ada di puncak daftar 10 perempuan paling kaya sepanjang masa versi Time. Jumlah pundi-pundi hartanya melampaui wanita mana pun di dunia hingga saat ini. Ia bahkan lebih tajir dari ratu Mesir paling terkenal, Cleopatra dan penguasa Rusia, Katarina Agung.
Jumlah aset pewaris perusahaan mobil mewah BMW, Susanne Klatten dan penguasa kerajaan kosmetik L’Oreal, Liliane Bettencourt tertinggal jauh di belakangnya.
Dia adalah Wu Zetian, satu-satunya 'kaisar' perempuan dalam sejarah panjang Kekaisaran Tiongkok yang membentang selama 4.000 tahun. Ia memerintah pada abad ke-7 Masehi. Dan sukses.
Selama 15 tahun kekuasaannya, Wu berhasil menyebarkan pengaruh kerajaannya hingga ke Asia Tengah. Kerajaannya menjadi yang terbesar di dunia pada masa itu.
Bangsanya pun makmur, berkat perdagangan komoditas berharga berupa teh dan sutra di sepanjang Jalur Sutra (Silk Road).
Baca Juga
Advertisement
Saat berkuasa, Wu mengatur pemerintahan seefektif mungkin. "Di bawah pemerintahan Wu, biaya militer dipangkas, pajak dipotong, gaji pegawai berprestasi dinaikkan, pensiun diberi tunjangan, dan tanah luas dekat ibu kota diubah menjadi lahan pertanian," tulis Mary Anderson dalam bukunya, Hidden Power.
Ia juga membuka kesempatan bagi perempuan-perempuan lain untuk berprestasi di segala bidang. Sastra, ilmu pengetahuan, bahkan pemerintahan -- meski sejumlah sejarawan menuding, kebijakan itu dilakukan untuk melegitimasi kekuasaannya sebagai kaisar wanita.
Salah satunya Shangguan Wan'er. Wu mengangkat mantan budak tersebut sebagai orang kepercayaan dan pelaksana tugas perdana menteri.
Wu -- dengan keberhasilan pemerintahannya juga kekejamannya -- membalik anggapan pada masanya yang percaya perempuan tak mungkin berkuasa, bahwa 'mandat para dewa' tak mungkin diturunkan pada kaum hawa.
Namun, Wu Zetian adalah sosok yang kontroversial. Di satu sisi, ia dianggap sebagai aristokrat. Lainnya menuding ia sosok durjana.
"Seseorang tak mungkin jadi perempuan terkaya sepanjang sejarah, tanpa pertumpahan darah," demikian seperti dikutip dari situs Time, Rabu (3/2/2016).
Wu Zetian masuk istana sebagai selir Kaisar Taizong, penguasa Dinasti Tang yang lebih pantas jadi kakeknya. Kala itu ia masih 14 tahun dan akrab dipanggil Wu Mei.
Meski berasal dari pelosok, orangtuanya yang masih kaum darah biru dan kaya raya membekalinya dengan keterampilan bermain musik, menulis, dan membaca sastra klasik Tiongkok.
Sang ibu, Lady Yang berurai air mata saat mengantar putrinya menuju istana. Ia tak rela buah hatinya itu jadi gundik.
Namun, dengan kata-kata ini, Wu menenangkan perasaan perempuan yang melahirkannya itu.
"Bagaimana Ibu tahu bahwa bukan merupakan keberuntunganku bisa bertemu dengan 'Putra Langit' (julukan kaisar Tiongkok)? Mengapa Ibu menangis seperti anak kecil?"
Sadar ada ambisi besar bergejolak di dada putrinya itu, sang ibu berhenti menangis.
Tak hanya mampu memikat sang kaisar, daya tariknya juga meluluhkan hati putra mahkota. "Wu naik ke tampuk kekuasaan lantaran menjadi selir dua kaisar Dinasti Tang, yang merupakan ayah dan anak."
Kejam dan Penuh Skandal
Perempuan 'Berhati Ular'
Sepanjang sejarah, Wu digambarkan sebagai sosok zalim. Para sejarawan melihatnya dari sisi negatif.
"Ia berhati ular dan memiliki sifat seperti serigala," demikian dikutip Liputan6.com dari situs Smithsonian.com.
Sejarawan lain menulis, "Ia membunuh saudarinya sendiri, membantai kakak-kakak lelakinya, membunuh para penguasa, dan meracuni ibunya. Ia dibenci para dewa juga manusia."
Ia juga punya reputasi 'nakal'. Konon, ia bersedia memenuhi selera seksual Kaisar Taizong yang tak biasa.
Kelebihannya itu yang konon membuat Wu menonjol dari perempuan lain di istana. Membuatnya mampu bersaing dengan selir-selir yang jumlahnya hampir 30 orang. Kaisar menjadikannya sebagai favorit meski tak mampu memberikan keturunan.
Pada 649 Masehi, sang penguasa mangkat. Seperti selir-selir lainnya, ia dikirim ke biara untuk menghabiskan masa hidupnya di sana. Namun, tak butuh waktu lama baginya untuk kembali ke istana.
Pesona Wu memikat sang pewaris takhta, Kaisar Gaozong -- yang menjadikannya selir, 3 tahun setelah ayahnya tiada.
Kembali ke istana, Wu mulai berusaha mewujudkan ambisinya. Ratu Wang dan selir senior Xiaoshu ia anggap sebagai saingan yang harus disingkirkan.
Ia bahkan sampai hati membunuh putrinya sendiri yang masih bayi dan menjadikan Ratu Wang -- yang terakhir memegang bocah itu -- sebagai kambing hitam.
Setelah berhasil menjadi ratu pada 655 Masehi, Wu memerintahkan Wang dan selir Xiaoshu dihabisi. Jasad keduanya bahkan dimutilasi dan dimasukkan dalam tong anggur sebelum dibuang.
Wu juga mengangkat kerabatnya untuk mengisi jabatan penting. Perlahan, perempuan itu ikut memerintah bersama suaminya.
Setelah kematian Gaozong pada 683 Masehi, Wu tetap mengendalikan kekuasaan sebagai ibu suri. Ia mengangkat putranya Li Xian sebagai Kaisar Zhongzong.
Tak sampai setahun, kaisar baru yang sulit dikendalikan ia gulingkan. Wu kemudian mengangkat putra keempatnya Li Dan sebagai Kaisar Ruizong. Pada 16 Oktober 690 Masehi, Wu merebut takhta, mengangkat diri sebagai kaisar dan mendirikan wangsa baru, Dinasti Zhou yang dikendalikan dari ibu kota Luoyang.
Konon, Wu menyebar agen mata-mata di seantero istana, menguping pembicaraan orang-orang. Mereka yang berseberangan dengan sang kaisar niscaya akan disingkirkan.
Wu juga disebut-sebut membuat semacam harem berisi lelaki-lelaki ganteng dan muda. Ia juga dikabarkan memiliki hubungan terlarang pertama dengan lelaki bernama Huaiyi; kedua, dengan Zhang bersaudara.
Kekuasaan Wu meredup pada 705 Masehi, saat usianya sudah lebih dari 80 tahun. Ia terpaksa mengangkat kembali putranya, Kaisar Zhongzong sebagai raja.
'Kesalahan terbesarnya' adalah menikahkan putranya dengan seorang selir yang amat mirip dengannya: kejam dan ambisius.
Meski demikian, saat mangkat, ia dimakamkan dengan penuh penghargaan. Bukan sebagai kaisar, melainkan ibu suri. Lalu, para penerusnya berusaha menghilangkan jejak Wu Zetian dari sejarah.
Sejumlah sejarawan modern berusaha memahami sosok Wu Zetian, bukan dengan penuh prasangka seperti di masa lalu.
Termasuk soal reputasi Wu Zetian yang 'liar'. Apalagi, itu bukan barang baru. Sejumlah penguasa perempuan juga menghadapi tudingan serupa. Misalnya Kaisarina Irene dari Bizantium, atau Katarina Agung asal Rusia.
Advertisement