Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali keterangan dari Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani, terkait sosok anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti yang kini menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selama beberapa jam diperiksa sebagai saksi, Winantuningtyastiti mengaku diperiksa penyidik mengenai aktivitas Damayanti yang juga mantan politisi PDIP. Termasuk, gaji dan penghasilan Damayanti sebagai anggota DPR.
"Sama dengan anggota DPR yang lain, (Gaji Damayanti Wisnu Putranti) sekitar Rp 60 jutaan," ujar Winantuningtyastiti di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Tidak hanya itu, perempuan yang datang mengenakan kerudung dan busana batik cokelat tersebut, juga dimintai keterangan soal kegiatan Damayanti, khususnya rapat-rapat yang digelar Komisi V.
"Terkait kegiatan Bu Damayanti di DPR seputar sebagai anggota DPR. Ya (ditanya) jadwalnya saja," ucap dia.
Baca Juga
Advertisement
Winantuningtyastiti kerap dipanggil KPK setiap lembaga antikorupsi tersebut mengusut perkara korupsi yang melibatkan anggota DPR.
Perkara dugaan suap ini terkuak ketika penyidik KPK operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016 lalu. Selain menangkap anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu serta 2 orang dekatnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini, penyidik juga menangkap pengusaha bernama Abdul Khoir.
Mereka ditangkap saat melakukan dugaan transaksi suap. Uang yang diberikan Abdul Khoir ini diduga sebagai imbalan, agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku.
Damayanti, Dessy, dan Julia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.