Misteri Sosok Noni Rambut Merah di Pengadilan Soekarno

Menurut rumor yang beredar dan penuturan beberapa pemandu museum, diwaktu-waktu tertentu, kadang muncul penampakan noni (perempuan) Belanda.

oleh Arie Nugraha diperbarui 07 Feb 2016, 07:00 WIB
Untuk mengingat jasa-jasa sang Proklamator, Ir. Soekarno, tidak ada salahnya kita mendatangi peninggalan sejarahnya di Bandung.
Liputan6.com, Bandung - Ada yang berbeda dengan suasana dan 'atmosfer' Museum Pengadilan Soekarno, di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) atau dahulu dinamakan Lanraad (Pengadilan), Jalan Perintis Kemerdekaan nomer 12, Kota Bandung, Jawa Barat.

Menurut rumor yang beredar dan penuturan beberapa pemandu museum, diwaktu-waktu tertentu, kadang muncul penampakan noni (perempuan) Belanda.

Dede Ahmad (‎24) pemandu museum GIM, tak menampik bahwa gedung bersejarah itu, kerap menunjukkan kejadian aneh. Bahkan, dia pun mengalami sendiri kejadian yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Di sini kalau penampakan sudah sering, terutama kalau ada pendatang baru. Kaya ada suara berisik meja gerak-gerak dipindahin, padahal mejanya diam," kata Ahmad di Bandung (7/2).

Tak hanya itu, Ahmad mengaku, beberapa kali melihat sosok perempuan berambut merah dan mengenakan gaun serba merah di area gedung dibangun Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1907 itu.

‎Ahmad bersama penjaga gedung lainnya menyebut sosok tersebut dengan sebutan 'Noni Rambut Merah'. Adanya di sekitar toilet. Cara menganggunya si noni, menampakkan diri secara tiba-tiba.

"Ada juga yang berpakaian serba putih. Itu adanya di pojok sebelah barat bangunan ini, dekat Mushola. Sama kayak si noni, cuman berdiri diam," tutur Ahmad.

Selain menjadi gedung bersejarah yang mengadili Presiden pertama Indonesia. Gedung Indonesia Menggugat (GIM) juga sempat memiliki penjara bawah tanah.

Namun penjara tersebut telah ditutup. Sekarang ini tidak terlihat sama sekali, bekas peninggalannya, yang ada hanya lantai tegel bercorak abu - abu dan kuning. Di atasnya suda ada sebuah cafe yang didirikan.

Dahulu, penjara ini konon dipakai oleh bangsa kolonial, sebagai tempat ditahannya warga pribumi yang dianggap membangkang, sebelum nantinya akan disidangkan dan biasanya dijatuhi hukuman yang berat.

"Mereka rata-rata meninggal. Arwah mereka diyakini masih bergentayangan. Waktu itu di ruang tengah ada suara ramai kaya ada orang-orang lagi ngumpul, tapi ya itu, gak ada siapa-siapa waktu dilihat," tutur Ahmad.

Salah satu pengunjung yang mengalami keanehan yaitu, Yanyan Herdiyan, mengaku mendengar cerita dari koleganya. Dia dan koleganya itu, menjadwalkan pertemuan di cafe pengadilan, tempat di bawahnya dulu berdiri penjara.

Yanyan bercerita dalam pertemuannya itu, koleganya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Padahal, mereka duduk saling berhadapan. Koleganya ini hanya mengangguk dan menggeleng saat dibuka sampai berakhirnya percakapan.

"Setelah dia pamit akan pulang, beberapa menit kemudian telepon saya berbunyi. Ternyata dari kawan itu, yang tiba-tiba menghaturkan permintaan maaf atas tindakannya tadi," kata Yanyan.

Namun, kata Yanyan, kawannya bertanya, siapa orang yang beroman muka layaknya serdadu Belanda, yang duduk disamping Yanyan?  "Sontak saya menjawab, enggak ada siapa - siapa kok tadi," kata Yanyan.

Meski terdapat noni dan serdadu Belanda, gedung ini merupakan situs sejarah Indonesia yang harus tetap berdiri, di mana prokalamator Soekarno muda memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan, di hadapan pengadilan kolonial Belanda pada tahun 1930. Sebagai cikal bakal kemerdekaan Indonesia di kemudian hari.

Kemudian situs ini dinamakan Gedung Indonesia Menggugat (GIM) pada tahun 2005 oleh almarhum H.C. Mashudi, setelah dilakukan perbaikan secara fisik. GIM akhirnya diresmikan sebagai Ruang Publik pada tanggal 18 Juni 2007 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat‎.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya