Sentuhan Ajaib Taipan Asia di Klub Liga Inggris

Setidaknya, memasuki era 2000-an, taipan benua kuning mulai ramai-ramai menjamah liga super kompetitif di dunia ini

oleh Rejdo Prahananda diperbarui 09 Feb 2016, 16:10 WIB
Video highlights momen penting Premier League pekan ke-25, kekalahan Manchester City atas Leicester menggusur mereka dari posisi kedua.

Liputan6.com, Jakarta Leicester City menjadi buah bibir di Liga Premier musim ini. Lompatan besar tim berjuluk The Foxes ini membuat gentar para raksasa. Tim besutan Claudio Ranieri ini kini memuncaki klasemen, jaraknya dengan posisi kedua, Tottenham Hotspur mencapai 5 poin.

Konglomerat asal Thailand Vichai Srivaddhanaprabha, berada di balik sukses Leicester meramaikan gelar juara musim ini. Pria terkaya nomor 9 di Thailand ini mengakusisi saham tim pada Agustus 2010 lalu. Hampir enam tahun duduk di kursi pemilik, Vichai sukses mengangkat derajat Leicester.

Sentuhan tangan -tangan pengusaha Asia membuat Premier League lebih berwarna. Setidaknya, memasuki era 2000-an, taipan benua kuning mulai ramai-ramai menjamah liga super kompetitif di dunia ini sebagai salah satu aset mereka. Sebelum Vichai, Politikus sekaligus mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra lebih dulu membeli Manchester City pada 2007.

Thaksin Shiwanatra

Tidak bisa dipungkiri, bila Liga Premier menjadi salah satu sumber pemasukan yang menggiurkan, meskipun dibutuhkan modal 'segunung' untuk bisa terjun di bisnis ini. Ambil contoh Toni Fernandes. Pengusaha maskapai murah di Asia ini harus merogoh kocek hingga Rp 35 juta poundsterling (Rp 750 miliar). Nominal tersebut di luar transfer dan gaji pemain.

Meski demikian, pemasukan yang didapat sangat menjanjikan. Dilaporkan dari FTB90, tim sekelas Manchester United mampu meraup laba hingga Rp 2,3 triliun! 2012/13. Demikian laporan yang dirilis auditor keuangan, Deloitte ketika itu. Profit tersebut di luar kerja sama klub dengan pihak ketiga. Torehan tersebut cukup mengejutkan, mengingat di musim itu, The Red Devils mulai mengalami masa surut di bawah komando manajer baru, David Moyes.

Dan, bukan hanya MU saja yang mendulang laba hingga 12 digit di musim tersebut. Cardiff City--tim yang dimiliki pengusaha Malaysia--Vincent Tan mampu mencetak keuntungan hingga 113 juta euro atau berkisar hingga Rp 1,6 triliun. Padahal, tim asal Wales ini menduduki posisi juru kunci dan harus terdegradasi.

Gambaran singkat itu setidaknya menjadi alasan, Liga Premier menjadi ladang uang orang-orang kaya Asia. Meski hanya menanamkan investasi di klub kecil, nyatanya klub-klub profesional di Inggris tetap mampu menghasilkan keuntungan menggiurkan.

Berikut ulasan lengkap para pengusaha Asia di Premier League sebagaimana dikumpulkan Liputan6.com dari berbagai sumber.


Tony Fernandes

Tony Fernandes adalah Pengusaha Malaysia, Pemilik Air Asia juga pemilik Klub Queens Park Rangers (QPR) di Inggris. (AFP Photo/Carl de Souza)

1. Tony Fernandes

Sebagai pemilik AirAsia, maskapai murah yang melayani rute-rute di Asia Tenggara dan Australia. Toni Fernandes ikut terjun di bisnis lapangan hijau. Pria kelahiran Kuala Lumpur, Malaysia 51 tahun lalu ini membeli Queens Park Rangers. Sempat berkembang rumor, Fernandes ingin menanamkan modal di klub asal London, West Ham United. Sebagai fans sejati West Ham, Tony sangat bernafsu memiliki saham mayoritas West Ham sebesar 51%. Namun, karena terbentur harga, dia batal membeli tim yang bermarkas di Upton Park tersebut.

Pria yang juga memiliki tim balap F1, Caterham Racing ini kemudian menyasar Queens Park Rangers pada 2011. Dia membeli QPR seharga Rp 750 miliar dengan presentase kepemilikan tim sebesar 66% dari tangan bos F1, Bernie Ecclestone. Sisa saham QPR ketika itu dipegang jutawan India, Lakshmi Mittal.

Queens Park Rangers

Toni resmi membeli QPR pada 18 Agustus 2011, tiga bulan setelah Queens Park Ranger promosi ke Liga Premier, pertama kali dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Tony menduduki posisi sebagai chairman QPR Holdings Ltd. Sang entrepreneur sempat mengungkapkan alasan membeli QPR; sebagai sarana promosi untuk mengembangkan sayap bisnis penerbangan murah AirAsia. 

Hanya saja, kiprah QPR di Liga Inggris tidak berjalan mulus. Tim yang bermarkas di Loftus Road ini harus turun kasta ke Divisi Championship, satu kasta di bawah Liga Premier musim 2012/13. Sepekan setelah QPR terdegradasi, Tony berbicara kepada media bahwa dia tidak merasa dimanfaatkan oleh pihak tertentu setelah menanamkan investasi lebih dari 50 juta poundsterling (Rp 984 miliar).

"Saya tidak berpikir, sedang dimanfaatkan. Ini sudah menjadi pilihan saya. Ini bagian dari ekosistem sepak bola," kata Tony.

Setelah sempat terdegradasi di musim 2012/13, QPR naik lagi ke Premier League di musim 2013/14. Sayang, mereka cuma mampu bertahan semusim. QPR terdegradasi setelah menempati peringkat 20 di musim 2014/15.


Vincent Tan

Tan Sri Vincent Tan, adalah pengusaha asal Malaysia pemilik klub Cardiff City F.C. di Inggris dan Klub, FK Sarajevo FC di Bosnia. (AFP Photo / Kurt Desplenter)

2. Vincent Tan

Taipan asal Malaysia lainnya yang memiliki klub profesional Inggris adalah Vincent Tan. Pada 2013, pengusaha properti ini membeli klub Wales, Cardiff City ketika masih berlaga di Divisi Championship. Investasi yang ditanamkan oleh Tan tidak percuma, Cardiff naik ke kasta tertinggi Premier League sejak terakhir kali mereka melakukannya pada 1962. Namun karena kinerja Cardiff yang buruk, tim tharus terdegradasi lagi ke Divisi Championship.

Kepada SkySport, penguasaha dengan kekayaan dengan US$ 1,3 miliar atau mencapai Rp 16 triliun ini sangat yakin, investasinya di klub Premier League tepat. Pengusaha yang memiliki dandanan seperti pelawak Jojon ini mengaku telah menghabiskan dana hingga 160 hingga 170 juta (poundsterling). Bila dikurs ke rupiah nilainya mencapai Rp 3,3 triliun untuk membangun Cardiff. Dana sebesar tersebut digunakan untuk menambah kapasitas stadion dan membuat markas latihan baru.

Cardiff City kite melawan Manchester City

"Bila saja saya tahu, masalah yang akan dihadapai sedemikian sulit, mungkin saya tidak akan pernah menanamkan investasi di sini," ucap Tan sebagaimana dilansir dari BBC setelah Cardiff dipastikan turun kasta tiga tahun lalu.

Meski demikian, bagi Tan, ini menjadi sebuah tantangan. Dia percaya, investasi di Cardiff bakal mendatangkan keuntungan. "Banyak pihak menilai, bila investasi di Cardiff bakal menguras uang dan sangat merugikan. Namun, Tan berpendapat lain. "Tentu saja, teman saya menganggap saya gila. Sangat tidak mungkin untuk membuat Cardiff menguntungkan, tapi saya percaya hal itu mungkin. Hanya waktu yang akan menjawab," ujarnya.

Tan ternyata tidak hanya memiliki Cardiff, dia juga membeli klub asal Serbia, Bosnia Sarajevi FC serta klub Belgia, KV Kortrijk.


3. Vichai Srivaddhanaprabha

Vichai Srivaddhanaprabha

3. Vichai Srivaddhanaprabha

Nama Vichai tiba -tiba mencuat di kancah Premier League musim ini. Vichai menjadi aspek penting bagi kebangkitan Leicester City. Dia mengambil seluruh saham Leicester pada 2010. Sebelum seluruh saham jatuh ke tangan Vichai, saham Leicester juga dimiliki penguasaha asal Indonesia, Iman Arif. Mantan Ketua BTN itu memiliki Leicester melalui konsorsium Asian Football Investment (AFI).

Sebagaimana dilansir dari BBC proses akuisisi ini melibatkan tiga kerja sama sponsor selama 3 tahun dengan perusahaan milik Vichai. King Power International Group. King Power perusahaan travelling terbesar di Thailand yang berpusat di Bangkok, Thailand. Resmi mengakuisisi Leicester musim 2010/2011, The Foxes hanya berkutat di Divisi Championship dan hampir terdegradasi ke League One (Divisi III).

Investasi Vichai juga tidak terlalu jor-joran, tapi mereka mampu menjelma menjadi tim yang patut diperhitungkan musim ini. Bahkan, gaji mesin gol Leicester, Jamie Vardy cuma seperlima gaji Josep Guardiola yang musim depan resmi menangani Manchester City. Leicester hanya mengandalkan pemandu bakat. Hasilnya, mereka sukses dengan Vardy dengan Riyadh Mahrez. Nilai transfer dua pemain itu tidak lebih dari 7 juta poundsterling (Rp 136 miliar).

Leicester City

Sedikit yang memprediksi, Leicester bakal melangkah jauh musim ini. Musim lalu, Leicester finis di peringkat 14 dengan memetik 5 kemenangan dari 13 pertandingan pertama. Ya, musim 2015-16 berbanding terbalik dengan tahun pertama mereka promosi ke Premier League.

Vichai pun tahu cara untuk menjaga suporter tetap loyal. D pertandingan terakhir penghujung tahun lalu, sang pemilik bagi-bagi bir gratis kepada para penonton.


Sheikh Mansour

Owner Manchester City Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan menyaksikan tim miliknya menundukkan Liverpool 3-0 di City of Manchester Stadium, 23 Agustus 2010. AFP PHOTO/ANDREW YATES

4. Sheikh Mansour

Sheikh Mansour asal Abu Dhabi ini paling mencolok perhatian. Betapa tidak, dia membelanjakan Rp 18 triliun untuk membeli pemain sejak mengakuisisi tim ini dari Thaksin Shinawatra pada 2009. Sejak saat itu, City menjelma kekuatan baru di Premier League dengan deretan pemain bintang yang dibeli dari klub-klub besar Eropa, termasuk Inggris. Salah satu gebrakan Sheikh Mansour adalah mendatangkan Carlos Tevez dari klub rival sekota, Manchester United.

Aktivitas transfer The Citizens tidak sampai di situ. Mereka juga mendatangkan Sergio Aguero dari Atletico Madrid. Hasilnya, City kini memegang 2 kali juara Premier League musim 2011/12 dan 2013/14. Belum puas dengan pencapaian tim, manajemen menunjuk mantan pelatih tersukses Barcelona, Josep Guardiola untuk menukangi City mulai musim 2016/17.

Seperti dilansir dari, CNN Money, Desember tahun lalu, Manchester City adalah klub sepak bola terkaya ke enam dengan pendapatan sebesar US$ 440 juta atau mencapai Rp 6,08 triliun untuk periode 2013 sampai 2014. Perkiraan tersebut dikeluarkan oleh konsultan Deloitte.

Keuntungan yang berlipat membuat City tim yang boros belanja pemain. Bayang-bayang finansial fair play (FFP) atau aturan gaji pemain yang diterapkan konfederasi sepak bola Eropa (UEFA) mulai mengintai Manchester Biru. Terpaksa, mereka harus mengerem niat belanja pemain.

Manchester City

Belum lama ini, investor dari China membeli saham belum lama ini investor dari China membeli saham dari perusahaan induk dari Manchester City dengan nilai US$ 400 juta atau Rp 5,5 triliun (estimasi kurs: Rp 13.800 per dolar AS). Nilai tersebut hanya untuk 13 persen saham saja.

Nilai pembelian tersebut sangat jauh lebih tinggi jika dibanding dengan saat Sheikh Mansour membeli klub dari mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawarta pada tahun 2008 yang senilai US$ 350 hingga US$400 juta atau Rp 4,8 triliun hingga Rp 5,5 triliun. Bila dibandingkan dengan pembelian dari investor China, investasi yang dikeluarkan oleh Sheikh Mansour telah naik 650 persen. Dalam tujuh tahun, kenaikan investasi tersebut bisa dibilang lumayan tinggi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya