Belajar Move On: Move On dari Hubungan Jangka Panjang

Move on dari hubungan jangka panjang tidaklah instan, butuh proses.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 09 Feb 2016, 18:55 WIB
Move on dari hubungan jangka panjang tidaklah instan, butuh proses.

Liputan6.com, Jakarta Sudah pacaran lebih dari enam tahun kemudian putus, tentu hal tersebut menyakitkan. Satu bulan, dua bulan berlalu kenangan bersamanya masih ada. Tenang ini bukan berarti Anda gagal move on. Move on dari hubungan jangka panjang (long term relationship) tidaklah instan, butuh proses seperti diutarakan psikolog Ana Surti Ariani.

Proses untuk move on terjadi karena sebelumnya ada banyak hal yang dilakukan bersama pasangan. Ikatan emosional yang sudah terjalin tentu tak mudah ditinggalkan begitu saja.

"Pada dasarnya, hubungan jangka pada ada ikatan yang lebih, dalam artian saling tergantung, percaya, membantu sama lain. Hubungan yang terjalin pun sudah luas mulai dari mengenal teman-teman kantor dan keluarga. Bahkan apa beberapa kasus sudah ada persiapan perkawinan, tabungan bersama, bahkan mencicil rumah," tutur psikolog yang akrab disapa Nina ini.

Apalagi jika pada pasangan yang tak cuma lekas secara emosional tapi juga seksual. 

"Dengan keterikatan mendalam, ketika berpisah ibaratnya menyisakan lubang yang dalam," terang Nina saat dihubungi Health-Liputan6.com pada Selasa (9/2/2016).

Meski begitu, bukan tak bisa move on dari hubungan jangka panjang. Ada proses yang perlu dilalui untuk untuk mencapainya. Nina menyarankan untuk melakukan aktivitas supaya bisa memecah pemikiran. Kehadiran mereka mampu menghibur sehingga tak sedih terus-menerus. Bagus juga untuk aktif kembali menekuni hobi yang mungkin tak sempat dilakukan.

Perlu diingat, aktivitas-aktivitas yang tujuannya distraksi tak cukup membuat Anda move on dari mantan kekasih. Masih diperlukan sesi perenungan, seperti diungkapkan Nina, untuk mengolah pemikiran seberapa tepat keputusan berpisah.  

"Move on itu bukan lupa. Untuk masalah pengolahan emosi nggak bisa rame2, itu perlu dilakukan dalam keheningan," terang psikolog yang aktif di Klinik Terpadu UI-Depok ini.

Baru ketika kita sudah mampu menerima hal tersebut terjadi pada diri kita, itu baru namanya move on seperti ditegaskan Nina.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya