BKPM: Isu PHK Karyawan Terlalu Berlebihan

Meski mengakui terjadi pengurangan tenaga kerja di beberapa perusahaan, jumlahnya tidak sebesar apa yang disebutkan KSPI.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Feb 2016, 18:30 WIB
Kepala BKPM, Franky Sibarani (kiri) dan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis memberikan keterangan pers terkait hasil pencapaian investasi 2015 di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (21/1/2016). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan kabar terkait adanya pemutusan hubungan Kerja (PHK) terlalu berlebihan. Meskipun mengakui terjadi pengurangan tenaga kerja di beberapa perusahaan, jumlahnya tidak sebesar apa yang disebutkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, selain dinilai terlalu berlebihan, kabar tersebut dikhawatirkan juga memberikan efek yang negatif bagi iklim investasi di Indonesia.

"Informasi yang sebelumnya itu kan banyak yang harus dikoreksi. Saya harap media bisa lakukan konfirmasi karena itu impact-nya kurang bagus juga," ujarnya di Jakarta, Selasa (9/2/2016).

Dia mencontohkan selama ini serikat pekerja mengklaim pemutusan di Panasonic mencapai lebih dari seribu orang. Padahal dari laporan yang diterima BKPM, hanya sekitar 400 tenaga kerja yang tidak lagi melanjutkan kariernya di perusahaan elektronik asal Jepang tersebut.


"Toshiba hanya 360 orang, Panasonic hanya 425 orang. Jadi tidak sebesar yang muncul di media," kata dia.

Selain itu, dia juga membantah soal adanya PHK pada dua raksasa otomotif asal Jepang, Honda dan Yamaha. Setelah dikonfirmasi, kedua produsen sepeda motor tersebut tidak melakukan pengurangan tenaga kerjanya di Indonesia.

"Yamaha dan Honda, kedua perusahaan ini bilang tidak ada PHK. Atau misalnya Ford, karena pasarnya kecil. Dulu dia suplai ke sektor pertambangan. Tapi setelah pertambangannya berkurang, marketnya turun," kata dia.

Menurut Franky, informasi soal jumlah PHK tersebur justru menimbulkan keresahan. Oleh sebab itu, dia berharap semua pihak bisa memberikan kabar yang positif bukan malah merusak iklim investasi di Indonesia.

"Jadi itu tentu timbulkan keresahan dan saya yakin kita rapat untuk itu koordinasi, sehingga memberikan informasi benar sampaikan ke publik. Informasinya harus proper dan terpercaya," ia menandaskan. (Dny/Ndw)



Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya