Liputan6.com, Yogyakarta - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mewisuda 261 abdi dalem di Bangsal Kesatrian yang rutin dilakukan untuk mengangkat serta menaikkan pangkat para abdi dalem.
Sebanyak 180 orang di antaranya merupakan abdi dalem Punakawan atau berasal dari rakyat biasa dan 81 lainnya abdi dalem Keprajan atau yang berasal dari aparatur pemerintahan, seperti pensiunan PNS, TNI dan Polri.
"Wisuda ini rutin dilakukan sebagai upaya keraton untuk memotivasi serta mengapresiasi pengabdian mereka terhadap keraton," kata putri Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono seusasi memimpin acara wisuda tersebut dikutip dari Antara, Selasa (9/2/2016).
Menurut dia, untuk penentuan kenaikan pangkat para abdi dalem selain mengacu usulan para Penghageng Keraton, juga dipertimbangkan dari jumlah absensi para abdi dalem.
"Untuk naik pangkat biasanya dilihat dari prestasinya per 3 tahun sekali, serta dilihat absensinya dia masuk terus atau tidak," kata Condrokirono.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu pangeran keraton, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudha Hadiningrat mengatakan 3 dari 261 abdi dalem tersebut mendapatkan kenaikan pangkat "mirunggan" atau secara istimewa.
"Kenaikan pangkat "mirunggan" merupakan kehendak atau ketentuan langsung dari Sultan HB X," kata dia.
Tiga abdi dalem tersebut adalah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rinto Isworo yang naik jabatan secara istimewa sebagai Wakil Penghageng Kalih (dua) Widya Budaya (bertugas dalam bidang kebudayaan), serta KRT Kusumo Negoro dan KRT Paku Kusumo menjadi penghageng kalih Tepas Banjar Wilopo (mengelola penataan buku serta manuskrip).
Selain kehendak langsung dari Sultan, menurut Yudha, ketiganya memang dinilai memiliki prestasi menonjol di lingkungan keraton. KRT Rinto Isworo misalnya, dinilai berjasa membuat buku Kalender Sultan Agung atau Kalender Islam versi Jawa.
Begitu pula dengan KRT Kusumo Negoro yang dinilai berjasa membuat skema penataan tanah-tanah Kasultanan (Sultan Ground).
"Sementara KRT Paku Kusumo, selain banyak membuat karya tulis, juga menguasai 5 bahasa, termasuk bahasa Jerman dan Spanyol, sehingga jika ada acara atau kunjungan resmi di Keraton beliau yang memandu," kata dia.
Dicopot Tidak Hormat
Yudha menambahkan, dalam prosesi wisuda tersebut, ada seorang yang dicopot kedudukannya sebagai abdi dalem. Pencopotan itu, lanjut dia, merupakan hukuman karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang tidak dapat lagi dimaklumi oleh pihak Keraton.
"Yang bersangkutan sudah lama tidak sowan (hadir di Keraton) dan menyatakan sendiri tidak ingin menjadi abdi dalem," kata Yudha yang tidak berkenan menyebut nama orang tersebut.
Pencopotan itu, kata Yudha, mengandung konsekuensi nama gelar pemberian dari Sultan harus dilepaskan serta tidak lagi diperkenankan memasuki lingkungan keraton.
"Meskipun sebagai warga biasa, dia dilarang masuk lingkungan Keraton," kata yudha.