Liputan6.com, Manchester - Perkembangan politik AS mengejutkan banyak pihak. Bahkan, tak sedikit yang memperkirakan mimpi buruk kancah pemerintahan baru bakal terwujud.
Lupakan apakah semua terjadi di Partai Demokrat atau Republik saat pemilihan capres AS, namun hasil primary negara bagian New Hampshire menunjukkan bahwa pemilih enggan dipimpin oleh para elite.
Kemenangan Donald Trump dan Bernie Sanders dianggap mengejutkan. Para pemilih keduanya adalah perempuan, pria, milenial, kerah biru, usia pertengahan, dan lulusan universitas. Semua lapisan masyarakat ada. Apa pun yang terjadi sekarang, politik AS tidak akan sama lagi.
Bagi Grand Old Party (GOP), kemenangan yang diraih Trump tak lebih buruk dari biasanya. Tidak hanya pebisnis nyentrik itu melibas semua lawannya hingga mendapatkan angka di atas 30 persen, sesama kandidat lain juga mulai terasa perpecahannya. Itu berarti tak satu pun dari mereka akan mendukung satu sama lain.
Baca Juga
Advertisement
Hal itu dikemukakan oleh Edward Luce, analis politik dari Financial Times para Rabu 10 Februari 2016.
"Minggu lalu misalnya, Marco Rubio yang berada di posisi ketiga Kaukus Iowa dan terlihat 'menjanjikan'. Namun di New Hampshire ia turun ke peringkat lima dan hanya punya belasan persen," ujar Luce.
"Lima besar lainnya, seperti John Kasich, Ted Cruz pemenang Iowa, dan Jeb Bush semua hanya 11 sampai 16 persen," timpalnya lagi.
Luce berpendapat lima besar yang ia sebutkan masing-masing saling sikut untuk menjadi lawan Trump.
"Semakin panjang para pendukung Republik moderat saling baku hantam, semakin menguntungkan Trump," kata Luce lagi.
Hal yang sama terasa di kubu Demokrat. Para pemilih muda lebih suka Sanders, pun dengan para wanitanya dibanding Hillary Clinton.
Pemilih Hillary hanya ada 2 kategori: lanjut usia alias di atas 65 tahun ke atas, dan mereka yang memiliki pendapatan US$ 200.000 per tahunnya.
Kesempatan Hillary untuk menang ada di South Carolina dan Nevada, yang mayoritas adalah kulit hitam serta Hispanik. Dua kelompok itu mengidolakan mantan menteri luar negeri tersebut.
Namun, Hillary harus berhati-hati, kata Luce.
"Dalam pidato Sanders dia mempersiapkan diri akan ke New York bukan untuk cari uang. Itu benar, tapi ia akan bertemu dengan pendeta kulit hitam paling berpengaruh, Al Sharpton. Sekali ia mendukung Sanders, dipastikan banyak warga Afrika-Amerika lainnya akan berbaris mendukung Sanders," tutup Luce.