Industri Tembakau Masih Bisa Bertahan Meski Ekonomi Melemah

Industri hasil tembakau menjadi gantungan hidup bagi 2,1 juta anggota rumah tangga.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Feb 2016, 13:28 WIB
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta - Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) sedang menghantui industri di Indonesia. Dari beberapa sektor, industri hasil tembakau (IHT) dinilai yang masih mampu bertahan.

Ini terkuak dari riset Ernst and Young beberapa waktu lalu yang menunjukkan, industri IHT tetap tumbuh di tengah kelesuan ekonomi dan maraknya PHK di berbagai sektor industri. Saat ini ada 5,98 juta orang terlibat secara langsung dan tidak langsung di industri rokok ini.

Adapun total pekerja yang terlibat di industri rokok tumbuh sebesar 60 ribu pekerja dari 5,92 juta pekerja di 2009, menjadi 5,98 juta orang di 2014. IHT juga menjadi gantungan hidup bagi 2,1 juta anggota rumah tangga.

Selain itu, perkebunan cengkeh menyerap lebih dari 1 juta petani cengkeh dengan total nilai industri lebih dari Rp 20 triliun.

Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai, IHT relatif kuat karena terintegrasi dan tidak tergantung banyak terhadap bahan baku impor.

“Walaupun ada komposisi impor, namun bahan baku lokal tetap sangat besar," ujar Daeng di Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Dia menuturkan, saat ini banyak perusahaan ambruk akibat masalah moneter dan keuangan. Ditambah dengan kondisi bahan baku impor yang mencapai 70 persen sehingga membebani keuangan.

Berbeda dengan industri rokok atau tembakau. Walaupun terjadi perlambatan ekonomi, tapi konsumen produk ini masih ada sehingga penjualan relatif stabil. Alhasil, efek pelemahan tidak berdampak signifikan.  

Misalkan ketika harga BBM naik, tidak terlalu banyak menghantam industriIHT. Juga ketika terjadi depresiasi rupiah, juga tidak berdampak signifikan seperti ke IHT karena bahan baku lokal masih sangat besar. "Masalah moneter dengan depresiasi rupiah, industri ambruk karena bahan baku impor, langsung kena," tegasnya.

Dari sisi pendapatan, IHT mencapai Rp 540 triliun per tahun. Karena itu, sektor ini mampu berkontribusi kepada negara dalam perpajakan dan cukai mencapai hampir Rp 200 triliun.

Saat ini, penerimaan negara dari cukai tercatat mencapai lebih Rp 140 triliun. Setoran IHT di atas setoran andalan penerimaan pemerintah dari sektor industri apapun, termasuk sektor migas.

Namun, dia menambahkan, IHT diperlakukan tidak adil. Pemerintah dinilai menekan industri ini tapi di saat yang sama menarik pendapatan buat negara.(Nrm/Ahm)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya