Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendukung revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bila materi yang direvisi semakin memperkuat KPK. Namun, bila revisi tersebut justru sebaliknya, Jokowi tegas akan menolaknya.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi SP mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang telah disetujui 9 fraksi DPR itu, mungkin saja ditolak karena adanya sejumlah poin yang diangap memperlemah KPK. Jokowi hingga kini belum menerima draf revisi UU KPK yang tengah dikaji DPR.
"Jika nanti isinya itu memperlemah (KPK), Presiden bisa menarik (dukungan)," ucap Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Johan menegaskan, Jokowi sejak awal menginginkan agar pembahasan revisi UU KPK tidak melebar dari 4 poin yang telah disepakati. Yaitu soal penyadapan, penyidik independen, kewenangan KPK menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), dan dibentuknya Dewan Pengawas.
Baca Juga
Advertisement
Johan mengatakan, pemerintah tidak ingin tergesa-gesa menilai draf revisi UU KPK adalah untuk memperkuat atau memperlemah KPK, sebelum mendapat salinan draf dari DPR.
"Dilihat dulu substansinya apa, Dewan Pengawas itu apa, dibaca dulu. Kalau sudah masuk drafnya, Presiden pasti melihat," pungkas mantan juru bicara KPK itu.
Di antara butir revisi UU KPK menyatakan, penyadapan lembaga antirasuah itu harus mendapat izin Dewan Pengawas KPK.
Terkait poin tersebut, Jokowi menilai poin itu masih berupa usulan. Saat ini, pembahasan revisi UU KPK masih dalam proses di DPR. Dia enggan menanggapi lebih jauh sebelum disahkan.
"Itu masih proses di sana (DPR), jangan ditanyakan kepada saya," ucap Jokowi melalui Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana di Jakarta, Kamis 11 Februari lalu.