Liputan6.com, Minahasa Selatan - Kasus perdagangan manusia (human trafficking) disebutkan terjadi di Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut). Kasus ini terungkap setelah Polres Minsel menangkap seorang perempuan, yang diduga sebagai pelaku atau muncikari dalam kasus tersebut.
"Terungkapnya kasus trafficking berawal dari laporan orangtua dan kesaksian dari salah satu korban. Orangtua salah satu korban menyebutkan jika anaknya telah 4 hari tidak pulang. Berbekal laporan tersebut, kami langsung melakukan pengembangan dan pengungkapan kasus," kata Kasat Reskrim AKP Ali Tahir di Amurang, Kamis, 11 Februari 2016.
Tahir menambahkan, polisi berhasil menyelamatkan 4 gadis yang diduga menjadi korban perdagangan manusia dan menangkap perempuan berinisial CL alias Cristal (21), yang berperan sebagai muncikari yang bertugas merekrut para gadis yang akan dijadikan calon istri kontrak oleh warga negara asing (WNA) di Minsel. CL merupakan warga Desa Tumpaan Baru, Jaga I, Kecamatan Tumpaan, Minsel.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan informasi, 4 korban sengaja direkrut CL untuk dikawin kontrak selama 5 tahun dengan sejumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Minsel. Semua korban yang masih di bawah umur itu diiming-imingi bayaran, masing-masing Rp 50 juta.
Keempat gadis belia yang bakal dijadikan istri kontrak itu masing-masing berinisial ES (14), FA (14), SL (14) dan HS (15). Tahir menjelaskan, dalam melakukan aksinya, pelaku CL alias Lourens sempat membawa sebagian korban untuk beristirahat di sebuah penginapan di Kelurahan Pondang.
"Pelaku dan salah satu korban sempat menginap selama 3 hari di penginapan MCM. Pelaku sudah kami jemput di rumahnya, Rabu (10 Februari 2016) dan mulai (Kamis, 10 Februari 2016) kemarin telah berstatus tahanan," Tahir menjelaskan.
Lebih lanjut, Tahir mengatakan, pihaknya saat ini masih mengembangkan kasus untuk mengungkap adanya keterlibatan pedagang orang lainnya.
"Dengan terjadinya kasus ini, pelaku akan dijerat dengan Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dengan ancaman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara," pungkas Tahir.