Liputan6.com, Jakarta Sumatera Barat seakan tak pernah kehabisan pesona wisatanya. Selain menjadi surga bagi para pecinta alam dan pecinta kuliner, juga memiliki aneka ragam budaya Minang yang menarik untuk dipelajari. Mulai dari pakaian adat, pusaka, tari-tarian, rumah adat dan sebagainya. Terkait dengan ini, salah satu tujuan wisata budaya yang paling terkenal di Sumatra Barat dan banyak dikunjungi wisatawan adalah Istano Baso Pagaruyung.
Istano Baso Pagaruyung atau yang lebih dikenal dengan Istana Pagaruyung telah menjadi ikon wisata yang sarat dengan sejarah masyarakat Minang. Bangunan ini dulunya tempat tinggal keluarga kerajaan sekaligus pusat Kerajaan Minangkabau. Raja yang memerintah masa itu adalah Rajo Alam. Istano Baso sendiri berarti istana besar atau agung.
Advertisement
Bangunan istana yang saat ini kokoh berdiri merupakan replika dari istana kerajaan Rajo Alam Minangkabau yang telah terbakar. Meskipun replika, istana yang saat ini berdiri, telah dibangun menyerupai aslinya. Bangunan istana seluas 3,5 hektare dengan total lahan dan pengembangan bangunan lainnya mencapai luas 12 hektare ini terletak di Kecamatan Tanjung Emas, Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Terdiri dari 3 lantai, lantai satu ditempati beberapa ruang tidur yang dihiasi ornamen seperti kamar tidur pengantin Minang lengkap dengan kelambu pada masing-masing bilik tempat tidur. Kamar-kamar ini berjejer sepanjang dinding istana. Kalau saya tidak salah hitung semua berjumlah 10 kamar.
Lantai satu terlihat paling luas, mewah dan megah jika dibanding 2 lantai lainnya. Pilar-pilar yang menyangga bangunan terlihat sangat kuat. Ada yang unik, pilar-pilar bagian depan terlihat miring dan sepertinya sengaja dibuat demikian. Yang membuat bangunan ini terlihat megah adalah hiasan ornamen khas Minang yang berwarna-warni baik pada dinding maupun langit-langit istana.
Lantai dua terdapat satu tempat tidur bagi putri raja yang belum menikah yang ditutup kelambu berwarna kuning. Naik ke kelantai tiga, terdapat ruang penyimpanan senjata/pusaka. Dari lantai tiga saya bisa leluasa menikmati pemandangan sekeliling istana dan juga pemandangan alam Pagaruyung.
Menjadi Putri Minangkabau Sehari
Puas berkeliling istana, saya pun berkeliling sekitar bangunan istana. Sejak tiba di istana saya melihat banyak sekali wanita dan pria memakai pakaian adat Minangkabau lengkap dengan suntiang. Dalam hati saya bertanya apakah sedang ada acara adat atau nikah massal?
Rupanya saya salah. Mereka ini pengunjung seperti saya. Di lantai dasar istana, terdapat penyewaan pakaian adat Minangkabau. Harga sewa Rp 35.000 untuk dewasa, Rp 30.000 untuk anak-anak. Setelah mengenakan pakaian adat, pengunjung bebas berfoto di sekitar istana tanpa batasan waktu.
Serasa tak mau melewatkan kesempatan, saya pun menyewa. Saya pilih pakaian warna hitam, karena menurut Unni yang membantu saya memakai pakaian adat ini, warna hitam adalah warna dengan level kasta tertinggi jika dibanding warna lainnya. Warna hitam sering dikenakan oleh Bundo Kanduang dan pejabat tinggi istana saat pesta kerajaan.
Dan alhasil saya pun menjadi putri Minangkabau sehari. Wanita jawa dengan kostum Minangkabau lengkap dengan suntiang di kepala. Meski terlihat aneh tapi mengesankan. Suntiang palsu saja berat dan tidak nyaman bagi saya, apalagi suntiang Gadang asli dengan 7-11 tingkat yang biasa dikenakan pengantin wanita, beratnya bisa mencapai 3,5-5 kg. Hadeh...