Liputan6.com, Ngala - Tubuh remaja putri itu terbalut dengan bom rompi. Oleh Boko Haram, ia diminta meledakkan dirinya di tengah-tengah kerumunan orang. Makin banyak yang jadi korban, makin bagus.
Namun, saat pesuruhnya lengah, ia melepaskan rompi peledak dan kabur.
Namun, dua bomber perempuan lainnya tak mau mengikuti jejaknya. Mereka melaksanakan misi berjalan ke kerumunan orang di kamp pengungsi di Dikwa 10 Februari 2016 lalu dan meledakkan diri mereka. 58 orang tewas seketika.
Remaja putri itu ditemukan oleh aparat keamanan tengah menangis. Ia adalah bukti kuat bahwa Boko Haram telah menggunakan anak-anak, remaja putri untuk dijadikan bomber bunuh diri. Mereka melakukannya bukan atas kemauan sendiri.
"Ia berkata bahwa ia takut luar biasa kalau ia membunuh manusia. Namun, ia juga takut kalau menentang orang-orang itu," kata Modu Awami, tentara bela diri yang membantu mengamakan perempuan itu, seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (12/2/2016).
Remaja 12 tahun itu adalah salah satu dari ribuan tawanan Boko Haram. Hal itu diungkapkan oleh juru bicara pemerintah Ngala.
"Ia mengaku kepada pihak keamanan, kalau ia meledakkan diri di tengah-tengah pengungsi justru akan membunuh ayahnya sendiri. Ia tahu, sang ayah ada di situ," ujar Lawan.
"Anak itu mencoba merayu dua bomber lainnya untuk batalkan misi, namun ia gagal mengubah pendirian mereka," tambah Lawan lagi.
Baca Juga
Advertisement
Ceritanya diperkuat saat ia menggiring para tentara ke rompi bom yang ia copot dan tak meledak, timpal Awami yang berbicara lewat telepon di kamp pengungsi, di mana 50 ribu orang kabur dari kelompok teroris itu.
Gadis itu dalam penjagaan dan memberikan informasi tentang rencana pengeboman lainnya di kamp-kamp pengungsi.
Bom bunuh diri terbaru itu membuat kalangan internasional mengutuknya. Juru bicara departemen pertahanan AS, Mark Toner mengatakan bahwa negaranya akan terus membantu militer Nigeria untuk memberikan perlindungan dan melawan teroris Boko Haram.
Selama 6 tahun Boko Haram meneror Nigeria dan negara-negara tetangganya. Mereka telah membunuh 20.000 orang dan membuat 2,5 juta penduduk kehilangan tempat tinggal.
Kelompok itu telah menculik ribuan orang serta membuat mereka jadi bomber bunuh diri. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. Ahli bom mengatakan peledak itu dikendalikan dari jauh
2 hari setelah ledakan di Dikwa, tidak jelas berapa sesungguhnya jumlah korban karena banyaknya potongan tubuh berserakan.
"Perempuan, anak-anak, pria dan lanjut usia semua meninggal," kata Awami.
"Aku tak bisa mengatakan berapa angka yang tewas karena seluruh potongan tubuh berserakan," imbuhnya lagi.
"Kalau anak itu turut meledakkan diri, tentu jumlah korban bertambah banyak," tutup Awami.