Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia melonjak hingga 12 persen pada hari Jumat (Sabtu pagi WIB) karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) kemungkinan setuju untuk memangkas produksi demi mengurangi banjir dunia.
Meski melonjak cukup besar hari ini, namun harga minyak tercatat turun hampir 5 persen sepanjang pekan ini. Dillansir dari Reuters, Sabtu (13/2/2016), Menteri Energi Uni Emirat Arab menyatakan OPEC siap bekerja sama dalam memangkas produksi minyak.
Banyak pedagang yang pada awalnya skeptis pada laporan itu, sebab di awal pekan ini Venezuela dan Rusia gagal merayu Arab Saudi dan produsen utama lainnya untuk menyetujui pemangkasan produksi minyak.
Baca Juga
Advertisement
Tapi setelah harga minyak merosot hingga 75 persen sejak pertengahan 2014, banyak yang menyakini harga minyak bakal berbalik naik (rebound). Sebab, cepat atau lambat penurunan harga akan membuat aktivitas produksi minyak mengendur.
"Kami berharap penurunan produksi minyak AS bisa mendorong harga minyak kembali ke US$ 50 per barel pada akhir tahun ini," kata Commerzbank dalam sebuah catatan.
Harga minyak mentah AS untuk pengiriman bulan depan ditutup naik US$ 3,23 atau 12,3 persen menjadi US$ 29,44 per barel. Harga minyak menguat usai kemarin menyentuh titik terendah 12 tahun yaitu sekitar US$ 26,05 per barel. Untuk minggu ini, harga minyak kehilangan 4,7 persen.
Begitu pula harga minya Brent untuk pengiriman Maret naik US$ 3,3 menjadi US$ 33,36 per barel, setelah meluncur di bawah US$ 30 pada hari Kamis.
Penguatan harga minyak juga ditopang data yang menunjukkan penurunan jumlah rig pengeboran minyak di AS dalam delapan minggu berturut-turut. Diharapkan, ada perubahan harga yang lebih liar pada minggu depan.
"Ini bukan pergerakan harga satu arah lagi. Kita akan melihat periode volatilitas yang tinggi," kata Ekonom Senior bidang energi ABN AMRO, Hans van Cleef. (Ndw/Gdn)