Ini yang Terjadi Jika Premium Hilang di Jakarta

Jika Premium di Jakarta benar-benar dihapus, maka akan mengurangi pendapatan pada pengusaha SPBU.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 14 Feb 2016, 15:00 WIB
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Untuk bahan bakar jenis Premium turun Rp 150/liter dan harga solar turun sebesar Rp 800/liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ‎mengeluarkan wacana agar Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dihilangkan di wilayah DKI Jakarta. Bagaimana dampaknya jika wacana tersebut benar-benar terealisasi?

Ketua Dewan Pimpinan Daerah III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Juan Tarigan mengatakan, saat ini porsi penjualan Premium bersubsidi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mencapai 70 persen.

"Meski Pertalite dan Pertamax alami kenaikan signifikan, tapi tidak menutupi karena 70 persen penjualan masih dari Premium," kata Juan, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Minggu (14/2/2016).

Jika Premium di Jakarta benar-benar dihapus, maka akan mengurangi pendapatan pada pengusaha SPBU. Imbasnya, pengusaha akan beralih ke bisnis lain yang memberi pendapatan yang lebih besar dan kemungkinan menutup usahanya menjual BBM. "Di sisi pengusaha omzet penjualan dari Premium dan solar. Kalau ini ditiadakan, ada profit yang hilang, jadi terpaksa beralih ke yang lain," tutur Juan.

Penghapusan Premium di Jakarta juga akan membuat konsumsi Premium di wilayah pinggiran membengkak, sehingga berakibat terjadi‎ penumpukan dalam pengisian BBM. Pasalnya, mayoritas konsumen BBM di Jakarta merupakan warga pinggiran yang beraktivitas di Jakarta.

"Kedua kalau penerapan dilakukan timbul bubble effect, yaitu lari ke wilayah pinggiran. Orang yang kerja di Jakarta kan tinggal di pingiran akan timbul over di pinggiran," ia menerangkan.

Pengusaha SPBU tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi menjalankan tugas menjaga ketahanan energi melalui kegiatan penyaluran BBM ‎ke masyarakat. Namun jika bisnis yang dilakukan mengalami kerugian, maka mereka terpaksa menghentikan kegiatan tersebut.

"SPBU tidak hanya bisnis, tapi menjaga ketahanan energi, dalam hal penyaluran BBM mengurang profit tapi tetap menjaga pelayanan. Kalau pengusaha murni kalau beli mahal jual murah akan tutup, tapi kami tetap melayani meski profit berkurang," kata Juan.

Sebelumnya, Ahok meminta peredaran BBM bersubsidi jenis Premium dihapus di Jakarta. Pemerintah bisa mengalihkan subsidi ke bidang lain. "Saya juga minta supaya Premium dihapus saja. Tidak tepat subsidi diberikan ke minyak," ucap Ahok beberapa waktu lalu.‎

Mantan Bupati Belitung Timur itu menilai jauh lebih baik subsidi tidak lagi dalam bentuk pemotongan harga BBM karena tidak akan mengurangi jumlah kendaraan. Subsidi akan lebih baik dialihkan ke transportasi umum.‎

"Ya sudah, saya bilang sama Pertamina disiapin surat khusus Premium di Jakarta enggak usah aja. Karena juga polusi, memboroskan uang negara. Model ini yang kita lakukan," kata Ahok.

Pemenuhan kebutuhan masyarakat di berbagai bidang jelas akan membantu masyarakat dibanding harus terus membiayai BBM. Dengan cara ini juga bisa menekan inflasi nasional.

"Buat rakyat enggak punya uang yang penting ada transportasi dan rumah yang baik. Punya perut kenyang, anak sekolah KJP, sakit BPJS Kesehatan. Enggak ada alasan sekarang. Makanya ini yang mau kita lakukan agar bisa menekan nilai inflasi negara kita," pungkas Ahok. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya