Liputan6.com, Jakarta Sebanyak tiga puluh persen kematian di dunia terjadi karena kelainan kardiovaskuler atau jantung. Menurut prediksi WHO 2009, terdapat sekitar 30,8 persen pasien hipertensi pada 2010, 31,5 persen pada 2020 dan 32,5 persen pada tahun 2030.
Menurut pakar hipertensi sekaligus salah satu seorang pendiri Indonesian Society of Hypertension (Ina SH), dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP(K), FIHA, beberapa faktor risiko seperti kegemukan, tingginya kadar lemak dalam tubuh, merokok, penyakit gula darah, hipertensi perlu dihindari.
Baca Juga
Advertisement
"Pada keadaan hipertensi, otot-otot jantung harus memompa darah dengan tenaga yang lebih kuat untuk melawan tekanan di dalam pembuluh aorta yang meningkat sehingga kebutuhan akan oksigen ke jaringan-jaringan tubuh dapat dipenuhi," katanya, melalui siaran pers, ditulis Selasa (16/2/2016).
Lama kelamaan otot jantung ini akan bertambah besar untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan oksigen. Tekanan darah yang meningkat ini juga berpengaruh terhadap dinding pembuluh darah otot jantung (pembuluh darah koroner) sehingga memicu terjadinya plak-plak pada dinding pembuluh darah tersebut yang dapat menyumbat aliran darah pembuluh darah koroner.
"Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan baik pembesaran jantung maupun gangguan aliran pembuluh darah koroner, yang bila tidak ditangani akan menyebabkan risiko payah jantung/penyakit jantung koroner dan akhirnya kematian," ujar Ann.
Dengan semakin bertambahnya faktor-faktor risiko penyakit jantung yang menyertai penderita hipertensi, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya kelainan jantung.
Data Reach Registry mencatat, 90,3 persen penderita hipertensi disertai oleh tiga atau lebih faktor risiko jantung. Dengan demikian, pasien hipertensi harus mewaspadai faktor risiko yang dimilikinya.