Pemerintah Rilis Kebijakan, Rupiah Kian Membaik

Waktu demi waktu rupiah berangsur membaik.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 16 Feb 2016, 21:31 WIB
Ilustrasi Nilai Mata Uang Rupiah Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian menguat. Beberapa hari ini, mata uang tersebut terus menunjukkan keperkasaannya terhadap mata uang negeri Paman Sam.

Kurang lebih, sepekan ini rupiah terus menguat. Beberapa faktor menopang penguatan rupiah. Pekan lalu, rupiah masih di kisaran Rp 13.800 per dolar. Level yang dinilai masih rentan oleh beberapa ekonom. Waktu demi waktu rupiah berangsur membaik.

Pada 11 Februari lalu, rupiah menembus level Rp 13.369, mengutip data Bloomberg. kala itu, pemicunya adalah rencana bank Sentral Amerika Serikat untuk menunda pengetatan kebijakan moneter, sehingga mendorong perpindahan aset ke negara berkembang.

Ekonom Mizuho Bank Ltd Vishnu Varathan menjelaskan, pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen bahwa ada rencana dari Bank Sentral AS untuk menunda kembali kenaikan suku bunga menjadi pendorong utama penguatan mata uang di negara Asia.

"Namun reli itu tidak cukup kuat. Kita lihat saja nanti setelah China selesai merayakan imlek," jelasnya.

Selain itu, membaiknya perekonomian Indonesia juga mendorong persepsi pasar untuk tetap menaruh dananya di aset-aset keuangan di Indonesia.

"Pelaku pasar telah melihat bahwa kinerja ekonomi Indonesia sudah lebih baik secara fundamental," jelas ekonom Barclays Plc Singapura Wai Ho Leong.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta memperkirakan, dalam jangka menengah penguatan rupiah lebih terbuka dengan catatan harga minyak tidak turun lebih dalam.

Di Januari kemarin memang rupiah cukup tertekan karena pelemahan harga minyak yang berpengaruh kepada harga komoditas. Dengan pelemahan harga komoditas tersebut membuat neraca perdagangan Indonesia terganggu.

Revisi DNI Bikin Rupiah Menguat

Foto dok. Liputan6.com

Pemerintah membuka lebar-lebar peluang investasi di sejumlah sektor bagi investor asing. Hal itu tertuang dalam paket kebijakan ekonomi Jilid X yang fokus merevisi daftar negatif investasi (DNI) pada pekan lalu.

Pemerintah mengizinkan investor asing untuk berinvestasi dan memiliki 100 persen porsi di 35 bidang usaha. Atas dasar itu juga rupiah menguat.

Rupiah dibuka pada level 13.325 per dolar AS. Rupiah menguat jika dibandingkan penutupan pada perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.378 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.294 - 13.399 per dolar AS. Jika dilihat dari awal tahun, rupiah telah menguat 2,90 per dolar AS.

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di level 13.333 per dolar AS. Level tersebut menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.476 per dolar AS

Minat Investasi di RI Meningkat

Foto dok. Liputan6.com

 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah ini akan memberikan dampak yang baik terhadap investasi. Diharapkan tren positif ini terus berlanjut.

‪"Kalau nilai tukar kita membaik, tentu nanti iklim investasi akan membaik. Akan tetapi, tentu kita akan lihat secara detil, investasi di bidang apa dan lain-lain," ujar dia di Jakarta.

Meskipun demikian, dia menilai pemerintah tetap harus waspada. Itu karena fluktuasi mata uang Indonesia tersebut masih dipengaruhi perekonomian global.

Salah satunya, kebijakan Federal Reserve terkait suku bunga acuan yang diperkirakan akan mengalami penyesuaian kembali.‬

"Kalau itu kita enggak bisa (perkirakan). Itu kan volatile global, banyak sekali faktor yang mempengaruhi, misalnya Fed Fund Rate. Kemarin itu FOMC itu tetap ya tidak berubah, tetapi kemudian ada juga yang memperkirakan mungkin akan terjadi perubahan dan itu banyak sekali item yang mempengaruhi," kata dia.

Namun Nurhaida meminta para pelaku pasar untuk tidak khawatir. Menurutnya, BI sebagai otoritas moneter telah memiliki strategi-strategi untuk mengatasi volatilitas nilai tukar rupiah.

"Pada dasarnya yang penting itu bagaimana kita bersama-sama semua sektor itu bersinergi menghadapi situasi itu. Kita lihat Semester II 2015 itu sudah semakin baik dari semester I. Dan di awal 2016 ini paling tidak sektor pasar modal itu terjadi pertumbuhan yang bagus, tetapi bagaimana kemudian kita bisa menjaga agar pertumbuhan ini sustain," tuturnya.

Terjadi Sementara

Foto dok. Liputan6.com

Ekonom menilai rupiah bisa saja kembali berfluktuasi kapan saja. Kondisi penguatan rupiah disebabkan karena derasnya aliran modal yang masuk ke Indonesia, bukan dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) melainkan uang panas alias hot money.

Pengamat Valas, Farial Anwar mengungkapkan, uang panas yang masuk ke Indonesia memburu portofolio investasi di saham, surat utang, dan lainnya di pasar modal sehingga mengangkat kurs rupiah secara signifikan. Hot money ini, sambungnya, bebas keluar masuk tanpa ada aturan jelas.

"Indonesia sedang diserbu hot money atau uang panas yang masuk ke saham, surat utang karena pasar modal kita mudah digoreng. Surat utang yang dijual banyak peminatnya dari investor asing," ucap Farial.

Dirinya beralasan, uang panas ini berbondong-bondong masuk karena Indonesia sanggup menawarkan bunga surat utang tinggi hingga 9-10 persen. Akibatnya, pasar keuangan RI dipenuhi spekulator yang membawa penguatan kurs rupiah.

"Kalau mau beli saham dan surat utang di Indonesia, tentu harus menjual dolar AS untuk dapat rupiah. Jadi rupiah menguat bukan karena intervensi BI," papar Farial.

Saat ini, katanya, pemerintah belum dapat mengandalkan aliran investasi riil dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) lantaran pertumbuhan industri sedang melambat karena guncangan dari suku bunga tinggi.

"Siapa yang mau investasi? Industri lagi lemah begini. Yang ada faktanya PHK semua, karena kurs Rupiah dan tingkat bunga tinggi," tegas Farial.

Karena penguatan kurs rupiah akibat hot money, Farial mengingatkan agar pemerintah maupun BI harus siap dengan tren pembalikan arah suatu saat nanti. Pasalnya, diakuinya, Rupiah bukanlah mata uang yang stabil karena mudah goyah ketika ada guncangan dari eksternal maupun internal. (Zul/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya