Liputan6.com, Jakarta Jenis pekerjaan tenaga lepas (freelance) dan kerja paruh waktu (part time job) memang menawarkan penghasilan yang cukup untuk sebagian besar anak yang masih menjalankan pendidikannya.
Meringankan beban orangtua, mengisi waktu luang, mencari uang tambahan, atau sekadar mencari pengalaman menjadi alasan utama para anak akhirnya terjun dalam dunia kerja. Akibatnya, tak sedikit anak yang menelantarkan pendidikan karena keasyikan bekerja.
Baca Juga
Advertisement
"Hal ini terjadi karena anak terbiasa kerja easy money", kata psikolog Efnie Indrianie, M.Psi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung, kepada Health-Liputan6.com, Selasa (16/02/2016).
Menurut Efnie kondisi anak yang seperti ini harus tetap berada dalam pantauan orangtuanya. Para orangtua harus bisa memastikan jenis pekerjaan sang anak.
"Jika orangtua mereka mengutamakan pendidikan, namun anak mereka sudah terlanjur terbuai oleh penghasilan maka ajak dulu si anak untuk ngobrol. Bicarakan kaitan pekerjaan dan pendidikan dengan baik, tapi enggak bisa langsung dipaksa berhenti bekerja. Anaknya juga pasti enggak akan mau," jelasnya.
Efnie menambahkan bahwa terdapat dua paradigma dalam kondisi ini, pertama kemauan dan kedua adalah bergantung pada pendidikan.
"Kalo saya lihat pada anak-anak yang sudah bekerja, mereka sudah berada di tahap pembentukan karakter," ungkapnya.
Namun Efnie menjelaskan walaupun anak berada dalam pembentukan karakter, lagi-lagi peran orangtua sangat dibutuhkan.
"Dengan mendampingi anak untuk mengetahui tujuan hidup mereka, mengenal makna hidup, dan membantu mereka menyusun action plan ke depannya sangat membantu anak membuka pandangan mereka" tutup Efnie.