Liputan6.com, Cambridge - Keberadaan seorang karyawan di tempat kerja memiliki dimensi yang lebih banyak daripada apa yang terlihat oleh atasan, bawahan, dan hampir semua rekan kerja.
Kenyataannya, dimensi-dimensi yang tak terlihat itu memiliki dampak mendalam pada pekerjaan mereka.
Dikutip dari Harvard Business Review pada Kamis (18/2/2016), suatu penelitian pada keluarga dengan pemasukan ganda mengungkapkan bahwa orang memberikan waktu di pekerjaan ketika hubungan mereka berjalan dengan baik.
Baca Juga
Advertisement
Ketiadaan drama dalam rumah tangga memberikan kekuatan emosional, kognitif, dan fisik di tempat kerja.
Dalam penelitian lain, terungkap bahwa kepribadian pasangan berdampak kepada pencapaian karyawan dalam bentuk penghasilan, promosi dan sejenisnya.
Pekerjaan dan konteks keluarga
Dua penelitian itu menjadi tanda, keberhasilan seseorang di bidang pekerjaan mereka berhubungan dengan dukungan keluarga.
Brittany C. Solomon dan Joshua J. Jackson dari Washington University di kota St. Louis menggunakan data dari ribuan rumahtangga di Australia untuk menelaah dampak ciri kepribadian pasangan kepada pencapaian pekerjaan seorang pekerja.
Basis data bukan hanya mencakup hasil survey yang membeberkan dimensi kepribadian, tapi juga informasi tentang penghasilan, promosi, dan kepuasan kerja.
Data kepribadian mencakup ‘5 besar’ dimensi yang telah dikenal, yaitu ekstroversi (extroversion), kemampuan bersepakat (agreeableness), neuroticism, kesadaran diri (conscientiousness), dan keterbukaan (openness).
Ternyata, satu-satunya ciri pasangan yang paling penting untuk pencapaian karyawan adalah kesadaran diri (conscientiousness), yang kemudian berhubungan dengan pemasukan karyawan, jumlah promosi, dan kepuasan kerja—tanpa memandang perbedaan gender.
Peran kesadaran diri (conscientiousness) pasangan
Yang lebih mencengangkan, ternyata data yang ada memungkinkan para peneliti untuk mengetahui mengapa kesadaran diri pasangan menjadi penting.
Pertama, pasangan yang berkesadaran diri menangani begitu banyak tugas rumahtangga sehingga membebaskan karyawan untuk berkonsentrasi kepada pekerjaan.
Ke dua, pasangan yang berkesadaran diri membuat karyawan lebih puas dengan pernikahan mereka (ingat penelitian yang pertama disebut di atas).
Ke tiga, para karyawan cenderung meniru kebiasaan kesadaran diri pasangannya.
Harap disadari, ini bukan berarti kesuksesan Anda bertumpu kepada apakah Anda memiliki pasangan. Ada banyak orang lajang yang berkilau di tempat kerja dan banyak pemimpin efektif yang tetap lajang.
Faktanya, penelitian itu menengarai bahwa, dalam keadaan tertentu, keadaan lajang dapat membantu CEO menjalankan perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh para pemimpin yang tidak menikah lebih agresif melakukan investasi dan berani mengambil risiko lebih besar.
Dua orang menjadi satu entitas
Namun, kata Salomon, orang-orang yang sukses seringkali diketahui memiliki hubungan pernikahan yang kuat. Katanya, “Ketika orang ada dalam suatu hubungan, ia bukan lagi sekedar dua orang, tapi menjadi suatu entitas. ”Semakin kokoh entitas itu, semakin besar keuntungannya.
Jelaslah, bahwa dimensi tunggal dalam pekerjaan Anda tidak sepenuhnya mewakili dimensi jamak di kehidupan kita di luar pekerjaan. Tapi yang belum jelas adalah sejauh mana orang-orang menjadi bagian dari suatu tim, yaitu tim beranggotakan 2 orang di luar kantor.
Ada saja rekan atau atasan atau bawahan yang memiliki pasangan yang sangat mendukung. Mereka bisa fokus mengerjakan pekerjaannya karena segala hal lain yang bersifat lebih remeh temeh telah diambil alih oleh pasangannya tadi, sehingga ia tidak perlu membagi fokusnya.
Menurut Solomon, jika perusahaan benar-benar mengerti dampak positif dukungan pasangan pada pekerjaan seorang pegawai, perusahaan mungkin bisa lebih mendukung kebijakan seperti jadwal luwes (flextime) dan telecommuting.