Ketua MPR: Jokowi Tidak Setuju Bila Revisi UU Lemahkan KPK

Sebagian pihak menilai, revisi UU KPK perlu dilakukan. Sebagian lagi menolak karena dinilai akan melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 18 Feb 2016, 08:25 WIB
Ketua MPR Zulkifli Hasan memberikan sambutan saat menghadiri diskusi Publik di MMD Institute, Jakarta, Selasa (16/2/2016). Diskusi ini bertajuk "Menuju Upaya Penguatan KPK". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik Revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Sebagian pihak menilai, revisi perlu dilakukan, sebagian lagi menolak karena dinilai akan melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, kelanjutan wacana revisi UU KPK tergantung pada para pimpinan KPK. Sebab, yang akan menjalani undang-undang itu adalah KPK.

"Undang-undang KPK itu, RUU-nya kita tanya KPK-nya nanti. Yang pakai kan KPK," kata Zulkifli di Bandar Lampung, Lampung pada Rabu 17 Februari 2016.

"Ini kan masih panjang, pemerintah belum, ini kan harus duduk. Saya juga tanya Pak Jokowi, kalau melemahkan tidak setuju, tapi kalau memperkuat setuju," tutur Ketua Umum PAN itu.

Zulkifli Hasan mengatakan, sejauh ini yang dianggap memberatkan adalah poin penyadapan. Dalam revisi, disebutkan, penyadapan harus seizin dewan pengawas.

"Siapa dulu yang bilang melemahkan. Pimpinan KPK dulu setuju, mungkin yang mengusulkan sekarang yang tidak setuju. Misalnya penyadapan harus izin pengawas, tentu tidak diharapkan harusnya izin pimpinan KPK," kata dia.

"Kalau melemahkan saya rasa tidak akan terjadi, karena kita tidak setuju. Presiden tidak setuju enggak ada jalannya," Zulkifli menandaskan.

4 poin yang disetujui dalam draf revisi UU KPK, yaitu pembentukan dewan pengawas, kewenangan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), serta pengangkatan penyelidik dan penyidik independen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya