Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi pernah menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau revisi UU KPK.
Namun inisiator revisi UU KPK, PDI Perjuangan tetap melanjutkan pembahasan tersebut, partai pengusung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 lalu.
Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, pemerintah sebenarnya akan membahas revisi UU KPK yang diwakili Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, yang beberapa kali ikut rapat gabungan di DPR.
"Presiden punya pembantu, ada Pak Luhut, Pak JK, dan Menkumham. Menkumham bolak-balik ke DPR apa mewakili dirinya sendiri? Tapi untuk second opinion, di situ ada Johan Budi, Alexander Lay, dan Teten Masduki," kata Hendrawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Anggota Komisi XI DPR ini pun yakin, Jokowi yang juga kader PDIP mendengar secara utuh dari para menterinya, terkait pembahasan revisi UU KPK tersebut.
"Figur formal yang bolak-balik ke DPR. Sekarang Presiden lebih percaya mana? Kelembagaan resmi, apa dukun?" tanya Hendrawan.
Hendrawan pun meyakini ada orang yang 'membisiki' Jokowi, yang kemungkinan memberikan opini bahwa revisi UU KPK--yang saat ini tinggal disahkan dalam rapat paripurna--bertujuan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Namun, dia optimis Jokowi akan mendengar para pembantu resminya untuk menyatakan sikapnya terkait revisi UU KPK. "Saat akan menikah misalnya, menerima nasihat orangtua atau pembisik?" tanya Hendrawan, lagi.
Presiden Jokowi sebelumnya menolak revisi UU KPK, jika bertujuan melemahkan lembaga antikorupsi itu. Sebaliknya, jika revisi tersebut untuk menguatkan Presiden setuju. Sementara
Usulan Revisi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska sebelumnya mengatakan, fraksinya sebagai pengusul awal RUU KPK memberikan catatan terhadap pasal-pasal mana saja yang akan direvisi. Namun, yang jelas terdapat 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang mengusulkan agar UU KPK direvisi.
"Sebanyak 45 orang dari 6 fraksi ini kita libatkan juga. Kita hanya sampaikan keterangan sebagai pengusul," kata Risa Mariska tanpa menyebut fraksi-fraksi mana yang mendukung RUU KPK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 1 Februari lalu.
45 Anggota DPR dari 6 fraksi yang menjadi pengusul yang dimaksud Risa, masih sama dengan pengusul pada Oktober 2015, yakni ada 15 anggota Fraksi PDIP yang mendukung revisi UU KPK, 11 orang Fraksi Nasdem, 9 orang Fraksi Golkar, 5 orang Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 3 orang Fraksi Hanura dan 2 orang Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pasal-pasal yang perlu direvisi di antaranya, penyadapan yang diatur dalam Pasal 12A-12F. Dalam pasal-pasal itu disebutkan mengenai izin penyadapan dan mekanisme untuk melakukan penyadapan.
Selain itu, revisi juga rencananya akan mengubah pasal pembentukan Dewan Pengawas KPK, penyelidik dan penyidik, penyidikan dan penuntutan khususnya terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3).