Paripurna Ditunda, Gerindra Harap Fraksi Tolak Revisi UU KPK

Supratman menepis isu yang me‎nyebutkan penolakan Gerindra hanya untuk pencitraan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 18 Feb 2016, 18:42 WIB
Aksi sejumlah masyarakat sipil membawa pentungan sebagai tanda peringatan terkait revisi UU KPK, Jakarta, Selasa (16/2/2016). Aksi tersebut menolak akan di sahkannya uu revisi oleh DPR. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agnas mengaku senang, rapat paripurna yang mengagendakan pengesahan revisi Undang‎-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau UU KPK ditunda.

Menurut Supratman, penundaan paripurna tersebut bisa dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi ke beberapa fraksi, untuk menolak revisi tersebut seperti halnya Gerindra.

‎"Tapi penundaan paripurna ini bagus, untuk bisa melakukan konsolidasi dialog dengan partai lain, untuk mendengar aspirasi publik (revisi UU KPK) untuk dibatalkan," kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).

9 Fraksi DPR kecuali Gerindra‎ telah menandatangani persetujuan revisi UU KPK. Namun, Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahter (PKS) menyatakan persetujuan tersebut bukan sikap keseluruhan fraksi mereka. Supratman pun ikut senang dengan perubahan sikap 2 fraksi tersebut.

"Sekarang Demokrat ikut (menolak), dan saya dengar PKS ikut. Mudah-mudahan sikap fraksi lain bisa berkesesuian. Tetapi prinsipnya, Gerindra untuk memberikan komiitmen dalam pemberantasan korupsi. Kita harap betul KPK sebagai lembaga kredibel tetap dipertahankan, dan menjadi triger pemberantasan korupsi," ujar dia.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini pun menepis isu yang me‎nyebutkan penolakan Gerindra hanya untuk pencitraan. Jika nanti ada kadernya terjerat kasus korupsi, partainya tidak akan menghalangi proses hukumnya.

‎"Terlalu naif kalau pencitraan. Ini keputusan buat kebangsaan. Ini lembaga dibutuhkan negara, dan sebagai kepentingan bangsa. Jadi bukan soal kita mendapatkan apresiasi publik, itu penilaian publik. Kalau ada kader-kade kami (terkena kasus korupsi) tidak apa, ini konsekuensi demi kepentingan bangsa," tegas Supratman.

Dia mengatakan meskipun 9 dari 10 fraksi di DPR telah menandatangani persetujuan revisi UU KPK, namun itu belum final, karena harus menunggu sikap resmi dari Presiden Joko Widodo.

Memang, Supratman menyadari, KPK masih memiliki kelemahan dan perlu ada penguatan-penguatan untuk membantu kinerjanya dalam menindak kasus pidana korupsi.

"Kalau pemerintah menarik diri, ya tidak bisa berjalan. Tapi KPK memang punya kelemahan, tapi cara perbaikan sekarang adalah memperbaiki SOP (Standar Operasional Prosedur) di internal itu sendiri. Supaya tidak timbul ada kesan politisasi. Revisi saat ini tidak tepat. Dari awal kita sudah bilang kalau pemerintah mau baik, ya dilakukan seperti itu," tandas Supratman.

Rapat paripurna terkait pengesahan revisi UU KPK hari ini ditunda, karena dari 5 pimpinan DPR, hanya ada 1 orang yang ada di Gedung Parlemen saat ini. 4 Pimpinan lainnya tengah bekerja di luar kota.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya