Industri Penerbangan Masih Takut Gunakan Bioavtur

Maskapai penerbangan mempunyai pertimbangan tertentu sehingga belum tertarik menggunakan bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Feb 2016, 12:22 WIB
(Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya begitu menggebu mengembangkan bahan bakar pesawat (jet fuel) berbasis minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Namun faktanya, maskapai penerbangan masih enggan menggunakan bahan bakar campuran avtur dan CPO demi keselamatan penumpang.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, riset dan penelitian pengembangan bioavtur masih terus berjalan sampai saat ini. Kesimpulan dari penelitian tersebut, bahan bakar tersebut terbukti bisa digunakan pesawat terbang.

"Risetnya sudah jadi, dan terbukti bisa dipakai. Ini sedang terus dikaji untuk pada waktunya bisa dipakai, karena sangat terbuka menggunakan jet fuel berbasis sawit," tegas Bayu saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Meski sudah terbukti dapat dikonsumsi pesawat terbang, diakuinya, belum ada maskapai penerbangan di Indonesia yang menggunakan bahan bakar berbasis sawit ini. Bahan bakar bioavtur harus memenuhi syarat keamanan yang tinggi saat digunakan moda transportasi udara.

"Saat ini belum ada pakai (bioavtur), tapi di luar negeri tepatnya di Oslo (Ibukota Norwegia) sudah mulai menyediakan biofuel untuk avtur di bandaranya. Jadi di luar negeri sudah ada yang pakai, kita belum," terangnya.

Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini mengaku, maskapai penerbangan mempunyai pertimbangan tertentu belum tertarik menggunakan bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit, bukan karena persoalan harga maupun lingkungan.

Kata Bayu, bahan bakar bioavtur yang memenuhi syarat keamanan tinggi akan mengangkat harganya menjadi lebih mahal. Namun sekarang ini, persoalan pengembangan biodiesel (campuran CPO dan Solar) lantaran harga minyak yang anjlok sehingga perbedaan harga menjadi sangat besar.

"Ini lebih karena masalah safety. Karena di udara kan tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Itu yang jadi pertimbangan teman-teman aviasi, jadi wajar saja," terang Bayu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli berniat mengembangkan bahan bakar jet yang berasal dari CPO (jet fuel). Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi produk sawit.

Rizal menerangkan, jet fuel lebih ramah lingkungan ketimbang dengan avtur biasa. Selain itu, produk tersebut memiliki nilai tambah lebih.

"Kami ingin mengembangkan jet fuel, bahan bakar untuk jet dari CPO. Itu lebih bagus untuk lingkungan hidup daripada avtur. Nilai tambahnya 20 kali, saya ingin 5-10 tahun yang akan datang Indonesia produsen nomor satu jet fuel," kata dia.

Jet fuel sendiri sudah bukan hal yang baru. Pasalnya, banyak maskapai penerbangan telah ada menggunakan bahan bakar tersebut. "Sudah ada airlines 11 penerbangan memakai biodiesel model begini," pungkas Rizal. (Fik/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya