Liputan6.com, Jakarta Tak perlu jauh-jauh ke Inggris jika hanya ingin menyaksikan menara jam Big Ben. Cukup datang ke Bukittinggi Sumatera Barat maka Anda akan menemukan kembaran menara jam Big Ben yang mendunia itu. Jam Gadang adalah kembaran menara Big Ben. Jam Gadang berarti Jam Besar.
Popularitas Jam Gadang tak kalah dengan menara jam Big Ben. Menara yang telah menjadi landmark Kota Bukittinggi ini juga mampu menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Advertisement
Jika diamati Jam Gadang dan Big Ben memang terlihat sangat berbeda baik bentuk maupun tingginya. Sama-sama memiliki bentuk segi empat, namun Jam Gadang dibangun dengan gaya lebih modern serta memiliki puncak menara berbentuk rumah Bagonjong (rumah adat Minangkabau). Jam ini juga memiliki tinggi hanya 26 meter. Sedangkan Big Ben dibangun dengan gaya Gothik Victoria, memiliki puncak menara yang runcing, serta tinggi 96 meter. Namun ada satu hal yang membuat ikon Kota Bukittiinggi dan London ini kembar, yakni mesin yang ada di dalam kedua menara ini.
Kedua menara jam beda negara ini memiliki mesin jam yang dibuat oleh Vortmann Relinghausen. Pabrik pembuat mesin asal Jerman tersebut hanya membuat 2 unit di dunia, satu unit untuk menara jam Big Ben Inggris dan satu lagi untuk Jam Gadang Bukittinggi. Bangga bukan?
Selain menjadi landmark, Jam Gadang juga menjadi titik nol bagi Kota Bukittinggi. Lokasinya yang berada di pusat kota, menjadikannya sebagai tempat hang out baik pagi maupun malam hari. Saat malam hari apalagi malam minggu dan hari libur akan sangat ramai dikunjungi.
Misteri angka 4 Jam Gadang
Bangunan menara yang berdiri kokoh di pusat Kota Bukittinggi ini, terlihat menarik kala malam tiba. Lampu-lampu menyala di tiap-tiap lantai dan puncak menara. Sorot lampu-lampu taman yang berdiri mengelilingi menara, semakin membuat Jam Gadang yang bercat putih terlihat bersinar.
Kala mengamati lebih cermat dan seksama, ada satu hal yang paling menarik dari jam pemberian Ratu Belanda ini yaitu angka 4 romawi pada jam tersebut. Keempat jam bundar dengan diameter 80cm yang terpasang di keempat sisi menara semua ditulis dengan angka romawi. Namun pada angka 4, tidak ditulis dengan angka romawi IV melainkan angka 1 romawi berjejer empat (IIII).
Saat pertama kali melihatnya , saya dan beberapa teman saling bertanya bahkan sampai mendiskusikannya. Apakah ini sengaja ditulis demikian atau karena kesalahan penulisan. Kemungkinan kedua sangat tipis. Karena jam ini didatangkan langsung dari Rotterdam. Perdebatan kami tak berunjung hingga kembali ke hotel.
Namun keesokan harinya rasa penasaran kami dengan persoalan angka 4 Jam Gadang terjawab sudah. Seorang pemandu wisata yang mengantar kami keliling ke Lobang Jepang tak jauh dari lokasi Jam Gadang bercerita mengenai misteri angka 4.
Menurut ceritanya angka empat romawi memang sengaja ditulis angka 1 berjajar 4 (IIII) untuk mengenang 4 pekerja atau tukang batu yang jatuh dari menara saat proses pembangunan menara dan meninggal. Cerita inilah yang beredar di kalangan masyarakat Bukittinggi.
Namun ada pula cerita dari sisi yang berbeda yaitu bahwa angka IV dapat diartikan sebagai
‘I Victory’ atau aku menang. Maklum saja jam ini sengaja didatangkan dari Belanda sebagai hadiah untuk sekretaris Kota Bukittinggi pada masa itu. Belanda tidak ingin masyarakat Bukittinggi saat itu mengartikannya demikian ( aku menang) yang dapat memicu pemberontakan melawan penjajahan dan menang.
Entahlah cerita mana yang benar. Biarlah misteri ini menjadi daya pikat bagi wisatawan yang penasaran akan angka 4 Jam Gadang.